Catatan Irvan Khairul Ananda
SEJAK dulu sampai kini, soal merayakan akhir tahun, malam tahun baru dan hari tahun baru selalu saja menarik. Berbagai pendapat dan keyakinan saling bertentangan. Kaum tua dan kaum muda pun ikut pula saling gontok-gontokan. Jika dianalisa secara kasat mata, ternyata semuanya masalah keyakinan.
Coba lihat dan perhatikan.
Misal kini umur sudah 70 tahun, berarti 55 tahun sebagai dewasa setelah dikurangi akilbaliqh 15 tahun. Selama 55 tahun itu telah ikut bakar-bakar mercon, nyalakan lilin dan kembang api, meniup-niup terompet dan mengguguah lonceng?
Haaa..haaa...haaa.... Gembira dan menyenangkan sekali ketika mulai muda akilbaliqh sampai puluhan tahun berikutnya.
Yang jual lilin dan mercon, sanak keluarga kita-kita juga Yang buat terompet dan jual terompet sanak keluarga kita juga. Yang buat api unggun dan sebagainya dengan berbagai atraksi sanak keluarga kita juga.
Peminatnya, pembelinya siapa lagi? Anak-anak dan kemenakan dari sanak keluarga kita-kita juga.
Kita memang betul-betul sudah terhanyut dengan atraksi-atraksi semua itu.
Bahkan ketika mengasuh anak-anak dan cucu-cucu kita ikut-ikutan pula mehoyak-hoyakkan permainan itu,
heee...heeee...heeee. Siapa pula yang mau kita salahkan? Siapa pula dulu-dulunya yang mengajak kita mengikutinya?
Siapa di antara kita yang tega-teganya menyaksikan anak-cucu menangis terisak sedu sedan ketika tidak dibelikan lilin, mercon, terompet-terompetan? Sedangkan sebayanya kawan bermainnya mendapatkan hadiah dari bapa mandenya?
Sekarang atau belum lama ini, atau baru kepatang kita mendapatkan pencerahan dari orang-orang yang kuat dan berani bicara! Tidak Perlu Merayakan Tahun Baru! Berhentilah mengistimewakan Malam Tahun Baru! Lilin dan Kembang Api adalah ibadah Kaum Majusi! Meniup Terompet itu ibadah Kaum Yahudi! Memukul Lonceng merupakan ibadah Kaum Nasrani.
Cukup panjang tahunnya kita hanyut dan terlena dengan keikut-ikutan! Bondong aie, bondong dadak! Bagai kain buruk hanyut? Entah apalah namanya.
Mungkin saja niatnya yang perlu dipertegas! Niat menyerupai dan mengikuti kaum-kaum yang disebutkan tadi. Kaum-kaum yang beratus atau beribu tahun telah lahir dan ada, jauh sebelum Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam!
Kalau memang itu ajaran, atau peribadahan yang perlu ditiru dan dilestarikan serta diwariskan buat anak cucu, tentu lebih dululah Nabi Muhammad ï·º yang mewajibkannya.
Cobalah pahami berikut ini:
Tidak ada hadits yang secara eksplisit menjelaskan tentang doa akhir tahun masehi. Namun, Rasulullah ï·º menganjurkan membaca doa akhir tahun pada hari terakhir bulan Dzulhijjah, yaitu pada tanggal 29 atau 30 Dzulhijjah. Doa ini dibaca sebanyak tiga kali sebelum Maghrib.
Nabi Muhammad ï·º memberikan contoh amalan yang dapat dilakukan di akhir tahun, yaitu dengan membaca doa. Doa yang dibaca pada akhir tahun bertujuan untuk memohon ampunan dosa, merenungkan perbuatan yang telah dilakukan, dan mengakui kesalahan. Selain itu, doa juga bertujuan untuk memohon penerimaan amal baik yang kurang.
Selain membaca doa, amalan lain yang dapat dilakukan di akhir tahun adalah memperbanyak dzikir. Dzikir yang dapat dibaca di akhir tahun adalah "Subhaanallah wabihamdihi subhaanallahil 'adziim".
Memanjatkan doa di akhir tahun dan awal tahun baru diharapkan dapat memberikan beberapa keutamaan, seperti: mendapatkan ampunan dari Allah ï·», mendapatkan keberkahan dan rizki melimpah, dijauhkan dari godaan setan. (*)