Bulan Januari 1996 ada banyak pengalaman jurnalistik sangat berkesan yang saya alami. Di antaranya Investigate Report ke PT Tidar Kerinci Agung (TKA).
Saya diajak ke Solok Selatan oleh Zul Gindo yang saya panggil Metek Jun. Tujuan awal memang ke PT TKA untuk melakukan peliputan investigatif. Zul Gindo ini tetangga saya di kampung tetapi sudah lama bermukim di Durian Tigo Capang, Pakan Salasa.
Dari Muaro Labuah kami naik oplet hingga Simpang Letter W, tak jauh dari Batas Sumbar - Kerinci. Mampir ke sebuah warung, kami memesan mie telur plus ngopi. Waktu menunjukkan pukul 15.45. Kepada pemilik warung kami menanyakan apakah ada mobil yang dapat kami tumpangi ke Base Camp PT TKA?
"Angkutan umum tidak ada, Pak. Namun, Bapak bisa diantar ke sopir oplet Kerinci Putra dengan ongkos Rp15 ribu / orang. Jarak dari sini ke Talang (Base Camp TKA) sekitar 32 km," jawab pemilik warung.
Karena terlalu mahal, tak jadi berangkat. Bersama kami ternyata ada empat orang lagi yang hendak ke Talang, dua pria dan dua wanita ~ buruh dan pedagang. Mereka menyatakan menunggu truk yang mungkin bisa ditumpangi.
Tak lama, muncul truk coli diesel dari arah Kerinci berbelok arah ke Talang. Disoraki, berhenti. Kami naik ke bak belakang yang dipenuhi rumput hijau tanpa karung. Enak diduduki atau tiduran.
Jalan tanah menbelah hutan menuju Talang banyak lubang, tanjakan dan turunan. Badan saya sering terguncang dan terhempas. Selama dalam perjalanan menuju Talang, Ajo Jun meminta saya mengaku sebagai staf Kanwil PU yang sedang survei jalan.
Sekitar jam, truk berhenti, knek-nya meminta kami turun karena mereka akan belok ke arah lain. Para penumpang lain saya lihat bayar Rp5 ribu, saya pun ikut. Kami nongkrong di pinggir jalan menunggu mobil lain. Kata seorang buruh, biasanya ada banyak pick up perusahaan berseliweran di kawasan itu dan boleh ditumpangi.
Ternyata benar! Kami pun naik. Namun, hanya seperempat jam, Taft pick up itu patah gardan belakang. Kami turun dan jalan kami kaki menuju pos penjagaan 2 untuk menunggu tumpangan berikutnya.
Sempat tiduran di pos penjagaan 2, baru ada mobil tumpangan menuju base camp, juga Taft pick up. Sekitar 300 meter menjelang pos penjagaan 1, Ajo Jun meminta saya turun. Maghrib sudah sempurna menyelimuti kota mini di tengah hutan itu.
Berjalan kaki menuju pos, saya melapor kepada petugas satpam sebagai wartawan Surat Kabar Mingguan Canang dan minta dipertemukan dengan Pimpinan PT TKA. Seorang dari dua satpam yang bertugas memarahi saya karena langsung datang ke base camp tanpa melalui Kantor Pusat PT TKA di Jalan Samudera, Kota Padang.
Setelah bersoal-jawab, satpam itu meminta saya menunggu di pos. Ia pun pergi melaporkan kedatangan saya ke pimpinan. Saya menunggu di pos bersama Satpam tua, Muhammad Yusuf, yang mengaku sudah berusia 70 tahun. Nyamuk tak henti menyerang dan menggigit.
Pak Yusuf mengajak saya ke kedai miliknya, sekira 50 meter dari pos. Ia membuatkan saya segelas teh manis hangat. Perut saya memang terasa sangat lapar. Pergi ke luar, ia membawakan sebungkus nasi ramas dan meminta saya makan.
Menjelang balik ke pos, Pak Yusuf membekali saya dua bungkus indomie dan dua kaleng fanta. Ketika saya merogoh kantong untuk membayar, Pak Yusuf melarang.
"Saya dulu pernah jadi wartawan Haluan di Payakumbuh. Jika Ananda ingin membalas kebaikan saya, kelak tolonglah orang-orang yang juga mengalami kesulitan," pintanya.
Sekira pukul 20.00 barulah satpam muda tadi kembali ke pos. Ia meminta saya naik boncengan sepeda motor, melaju menembus gelap, lalu berhenti di depan deretan bangunan dari kayu. Setelah nenyerahkan kunci pintu, satpam itu pergi.
Setelah membuka pintu, saya sempat kaget. Sebab, ruangan di dalam mirip hotel bintang 5. Ada spring bed dengan lantai beludru. Kamar mandinya pun bersih dan wangi, tersedia pilihan air dingin atau hangat, lengkap dengan bak untuk berendam.
Ketika saya selesai mandi dan masih pakai handuk, terdengar ketukan di pintu diiringi suara perempuan. Saya buka, "Kalau Bapak mau makan atau butuh minuman hangat, bisa saya antar."
"Terimakasih, Bu, saya sudah makan," kata saya.
"Baik, Pak. Tapi, kalau nanti Bapak butuh, ketuk saja, saya di sebelah."
Bangun pagi badan terasa segar. Setelah menikmati sarapan, datang satpam semalam. Ia mengantar saya ke Kantor Manajer Personalia PT TKA yang menerima saya dengan ramah. Sayang, saya lupa namanya. Stafnya memanggil Pak Datuk. Ia mengaku orang Matur, Kabupaten Agam.
Ia menjawab semua pertanyaan konfirmatif saya dengan lugas dan jelas. Sekira satu jam dalam ruangan kerjanya, ia mengantar saya mengunjungi beberapa objek dengan Taft minibus. Selanjutnya, ia turun di depan Bank Nagari, lalu menyuruh sopir mengantar saya ke Padang.
Setiba di Muaro Labuh, saya minta sopir berhenti karena ingin turun di situ. Sopir yang Wong Jawa itu protes, takut kena marah atasan kalau tak mengantar saya hingga ke Kota Padang.
"Tidak apa, Pak. Nanti kalau ada yang tanya, saya jawab, Bapak ngantar saya hingga ke Padang. Sekarang Bapak dapat beristirahat memanfaatkan waktu dan BBM yang tersisa."
Si sopir menyatakan terimakasih tak terhingga. Setelah urusan saya selesai di Muaro Labuh, saya ke Padang naik bus.
Ketika saya menyerahkan laporan investigasi ke PT TKA itu ke redaksi, beberapa wartawan senior terdengar nyeletuk, "Kamu terlalu berani dan nekat, Zast. Kamu tahu siapa di belakang PT TKA tu? Danjen Kopasus Jenderal Prabowo Subianto!"