Catatan Zulnaidi – Praktisi Pemilu & Lawyer
DARI dua pemilihan umum (pemilu) terakhir yang dilaksanakan di negeri ini ( 2014 & 2019), terutama sejak sistem pemilu proporsional terbuka (daftar calon terbuka) berlaku, pemilu 2024 kali ini terasa sekali berbeda, khususnya jika ditinjau dari aspek antusiasme sosialisasi caleg (baca: bakal calon anggota legislatif) di ruang publik. Dulu, setahun sebelum hari pencoblosan/pemilu 2014 & 2019 dilaksanakan, ruang publik sudah penuh sesak oleh baliho dan spanduk para caleg dengan beragam gaya dan kadang bikin kita tertawa. Apakah ini bagian dari strategi politik?
Terlepas dari fenomena hari ini yang terkesan kontestasi ini masih “dingin dan adem” padahal waktu tinggal ±6 (enam) bulan menuju hari pencoblosan (14/2/2024), kontestasi politik melalui pemilu secara praksis merupakan “perang” strategi politik dengan tujuan memperoleh kursi (baca: kursi legislatif). Hampir dapat dipastikan bahwa strategi yang jitu serta didukung sumberdaya yang kapabel dan memadai menjadi penentu dalam mencapai tujuan kontestasi.
Dari beberapa literatur dan hasil penelitian terkait strategi politik pemilu, kita dapat gambaran gamblang bahwa penyusunan dan penerapan strategi yang baik berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh. Pada awalnya beberapa istilah dan konsep rencana strategi politik menjiplak konsep dan istilah yang lazim dipakai dalam lapangan ekonomi, terutama soal marketing. Namun, dengan beberapa penyesuaian, strategi marketing yang diterapkan beberapa lembaga konsultan politik dan kontestan terkesan cocok untuk lapangan politik ini.
Ada beberapa tahap/langkah substantif yang musti ada dalam rencana startegi pemenangan (politik), di antaranya soal penetapan tujuan (goal); pemetaan & perencanaan (mapping & planning); pembentukan tim (recruitment) serta pelaksanaan & kontrol (implementation & control). Tiga langkah di antaranya yang musti dilakukan dengan tepat dan benar adalah soal pemetaan-perencanaan, pembentukan tim dan impelementasi. Sedangkan soal “goal” hanya upaya penegasan ulang karena target utama kontestasi politik sudah pasti tentang “kursi” (kekuasaan).
Pemetaan & Perencanaan
Dalam tahap pemetaan dan perencaaan ada 4 (empat) hal (minimal) yang musti dilakukan.
Pertama, langkah-langkah mengumpulkan data-data penting yang musti ada di tangan kontestan dan tim pemenangan.
Di antara data dimaksud adalah: (1) Data pemilu sebelumnya dan data hari ini, data pemilu di dapil yang bersangkutan yang berisi informasi tentang peserta (dan petahana), perolehan suara, basis dukungan konstestan pemenang, peta wilayah geografis, data demografis dan data sosio-kultural serta profil tim pemenangan serta pendukungnya. (2). Data penyelenggara pemilu di seluruh tingkatan, data pemilih per-TPS (tempat pemungutan suara), data lokasi TPS, data segmentasi demografis pemilih, data pemangku kepentingan pemilu setempat yang meliputi unsur pemerintah dan kelompok sosial yang eksis.
Kedua;, setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan proses pemetaan untuk memperoleh gambaran utuh dan komprehensif tentang pesaing dan basis dukungan serta kekuatan; data pemilih dengan segmentasi-nya (basis ekonomi, suku, agama, budaya dan usia); data kelompok sosial dan leader-nya; data wilayah cakupan dapil (daerah pemilihan) dan TPS (tempat pemungutan suara); serta beberapa komponen data lain yang musti tercatat dalam dokumen perencanaan strategi politik.
Ketiga, menyusun perencanaan yang bisa saja menggunakan pendekatan atau metode SWOT (strenghts, weaknesses, opportunities & threats) sesuai data pesaing dan lingkungan, termasuk kondisi objektif kontestan sendiri.
Selanjutnya menyusun langkah taktis operasional menggunakan pisau ukur SMART (specific, measureble, achievable, relevant & time-bound) sehingga tim di lapangan dapat mengikuti tahap demi tahap tugas pemenangan. Dengan demikian, tim supervisi dan checker mudah dalam mengukur dan mengevaluasi. Tentu saja dalam menyusun langkah taktis musti diturunkan dalam bentuk langkah-langkah taktis oprasional berbasis tugas khusus sesuai struktur tim yang memang harus dibedakan tugasnya secara spesifik. Tugas khusus ini bisa menggunakan metode PDCA (plan, do, check & action).
Keempat, menyiapkan planning petugas pelaksana/tim pemenangan yang dimulai dengan perencanaan berupa pengklasifikasian tugas (contoh: konsultan strategi, koordinator, petugas pelaksana, pengawas dan checker serta penetapan kriteria tim sesuai dengan pembagian tugas yang ada atau kualifikasi yang dibutuhkan, termasuk soal jumlah, biaya dan sumberdaya lain. Kualitas hasil dari tahap kerja ini sangat bergantung kepada tahap pengumpulan data dan pemetaan sebagaimana pada paragraf sebelumnya.
Target perolehan suara akan realistis dicapai jika taktis operasionalnya tepat, jumlah tim pelaksana memadai, metode sosialisasi & pengumpulan pemilihnya benar dan didukung logistik yang cukup.
Pembentukan Tim
Kunci dalam pembentukan tim ditentukan oleh seberapa kuat kontestan paham soal strategi dan manajemen kerja. Kontestan cerdas pasti memulai langkah untuk maju sebagai caleg dengan terlebih dahulu mengambil langkah konsultatif dan komunikatif dengan stakeholder terkait untuk mendapatkan pemahaman awal dan mendasar tentang kontestasi yang akan ia selami. Berkerjasama dengan konsultan politik/strategi adalah pilihan pas karena ketatnya persaingan tidak mungkin dijalani hanya dengan cara meniru pola lawan atau pakai strategi coba-coba. Urgensi konsultan ini termasuk untuk menyusun dan menetapkan strategi sosialisasi serta pola komunikasi efektif.
Beberapa survei membuktikan bahwa strategi pemenangan yang tepat dapat menghemat biaya pemenangan dengan sangat signifikan.
Di antara pertimbangan strategis dalam menyusun tim adalah dengan cara merekrut tenaga berbasis segmentasi sebagaimana dijelaskan di atas. Sebagai contoh, lebih dari separuh pemilih dalam daftar pemilih tetap( DPT) untuk pemilu 2024 berusia 17-40 tahun. Ini berarti segmen muda mendominasi pemilu 2024. Oleh karena itu, representasi generasi muda harus direkrut secara proporsional dengan pertimbangan kapabilitas.
Ada banyak kelompok sosial (profesional dan informal) yang dapat diberdayakan sesuai target basis pemilih yang hendak dicapai. Rekrutmen tim selayaknya juga mempertimbangkan metode sosialisasi/kampanye dan pengumpulan pemilih yang ditetapkan dalam program atau rencana pemenangan. Era digital dewasa ini dan basis milenial yang mendominasi DPT menjadi pertimbangan penting dalam tahap perencanaan dan rekrutmen tim.
Lapisan tim operasional tingkat bawah, petugas pengumpul dan penguji bahkan tim pendobrak kadang dibutuhkan di lapangan.
Banyak kondisi di lapangan yang kadang berubah atau bahkan tidak seperti yang dibayangkan. Oleh karena itu, koordinator tim yang dibentuk secara berjenjang harus punya kualifikasi problem solver dan punya fighting spirit yang memadai. Termasuk bagian dari strategi pemenangan adalah merekrut tim yang terhubung dengan sistem penyelenggaraan pemilu dan menguasai TI (teknologi informasi) yang relevan.
Pelaksanaan dan Kontrol
Sebaik apapun blue print strategi pemenanganan yang disusun dan sekuat apapun tim yang dibentuk, jika mekanisme check & control-nya lemah, maka sudah bisa dipastikah capaian kinerja tidak akan optimal. Kesimbangan antara metode operasional kerja, tim pelaksana yang kompeten dan memadai serta dukungan sarana prasarana dan metode kontrol yang terukur menjadi keniscayaan yang harus dilaksanakan.
Untuk mengukur semuanya sudah memadai tentu butuh tim khusus. Di sinilah peran konsultan!
Dalam prinsip operasional kerja pemenangan: penetapan target harian, mingguan dan bulanan harus terukur (measurable & achievable). Setiap traget musti bisa dan harus disupervisi serta dievaluasi secara ketat dan butuh strategi checking untuk menguji laporan kinerja secara rahasia. Pastikan seluruh tim bekerja sesuai pembagian tugas dan tentu saja ada tugas tambahan bagi setiap operator lapangan untuk membaca peta lapangan dan mengumpulkan informasi yang relevan sehingga bisa diambil langkah-langkah penyempurnaan aksi.
Ada tiga prinsip dalam kerja tim agar sesuai dengan target yang ditetapkan: lakukan sesuai arahan, laporkan sesuai realita dan berkala, awasi serta evaluasi dan sempurnakan. Perlu diingat bahwa pilihan tindakan untuk melibatkan kontestan di lapangan harus dipilih dan ditetapkan secara hati-hati, artinya bahwa tidak selalu seorang konstestan pileg musti bertemu dengan semua orang atau menghadiri seluruh forum yang dikelola oleh tim.
Keterbatasan waktu bagi kontestan dan pertimbangan taktis lain menjadi dasar untuk melibatkan kontestan dalam forum-forum di lapangan. Pada akhirnya ada adagium gagal dalam merencanakan berarti merencanakan untuk gagal. Perencanaan terbaik adalah dengan cara melaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Selamat berkontestasi!
Editor Zakirman Tanjung