Oleh : Rolijan
Canangnews.com - Pers atau lebih populer disebut wartawan adalah salah satu profesi termahal, sangatlah beralasan disebut termahal karena selain dituntut profesional juga keberanian menyampaikan fakta bukan opini dan bekerja dengan ikhlas tanpa pamrih sebagaimana fungsinya sebagai kontrol sosial.
Pers merupakan salah satu pilar dalam sebuah negara, bayangkan jika tidak ada pers ? apa yang telah diperbuat pemerintah, oragniasai, swasta dan lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, sulit diketahui masyarakat, tidak terpublikasi, Hasil reportase wartawan yang faktual perlu disampaikan ke publik melalui sebuah wadah berbadan hukum baik online maupun cetak dan elektronik.
Diakui bahwa, pers, jurnalis atau wartawan tumbuh bagaikan jamur dimusim hujan, tapi terseleksi secara alamiah, yang profesional justru yang dapat bertahan, Dalam suatu Negara puluhan ribu yang menyandang profesi mulia ini baik dari media televis, radio, online/siber dan media cetak.
Profesi ini membutuhkan keuletan, ilmu dan seni agar dalam menjalani kegiatan kewartawanan berjalan lancar, selain dituntut menghasilkan berita fakta dengan narasumber yang jelas dan kredibel, juga harus menghasilkan karya yang layak muat, sesuai dengan kaidah jurnalistik berstandar nasional.
Tertarik mengulas sedikit tentang kehidupan jurnalis masa Corona, menarik disimak, sangat besar pengaruhnya buat kehidupan wartawan dalam menjalani aktivitas sehari - hari bergelut dengan berita, dengan fasilitas handpone ditangan tanpa lelah.
Pandemi COVID-19 telah mengubah gaya hidup masyarakat, jurnalis dan juga memberikan dampak negatif kepada kondisi finansial berbagai industri, tidak terkecuali industri media. Sejak awal pandemi, satu per satu media melakukan efisiensi demi dapat bertahan dengan membuat berbagai kebijakan, seperti penyesuaian penugasan, pemotongan gaji para karyawan, bahkan pemutusan kontrak kerja.
Melihat dampak pandemi yang kian menjerat para jurnalis, membuat semuanya berubah, keuangan, sistem kerja dan bahkan melakukan reportase dilapangan perlu berubah strategi.
Terlihat jelas dalam sebuah perjalanan mencari berita, harus berkuras energi, bahkan pikiranTerlihat jelas dalam sebuah perjalanan mencari berita, harus berkuras energi, bahkan pikiran, selain di tuntut deadline juga pintar - pintar mengulas topik, angle yang menarik. Hingga menghasilkan hasil karya/berita yang sesuai dengan selera serta kemauan redaksi.
Tak kalah seru dan menarik disimak adalah kesedihan dalam perjuangan dan perjalanan seorang jurnalis yang setiap hari beraktivitas tanpa menyerah hingga tiada istilah makan siang dirumah, ini sangat mengharukan, bagaimana tidak profesi ini harus dihargai.
Perjalanan panjang seorang wartawan menarik, melihat dan menulis kisah perjalanan salah satu penulis aktip, sebut saja Frastia, panggilan akrab, seorang wartawan salah satu media online nasional. Sekira pukul 09.00 WIB terlihat mengendarai sepeda motor Honda, treker warna hijau melaju dengan kecepatan sedang.
Motor menjadi pendamping setia dalam suka maupun duka menjalani proses jurnalistik, terlihat tidak mengenal lelah, berdengung suara mesin kendaraan roda dua itu berputar membawa Farstia mengelilingi seantura kota Rengat Barat. Itu semua bukan tanpa tujuan, karena tugas dan tanggung jawab sebagai penyandang profesi jurnalis.
Sebuah tas kecil, yang memuat notes dan pena serta handpone, tak pernah lepas dari bahu, terlihat jelas, tak berapa lama tiba di sebuah kedai sebut saja "Anda Dua" dengan wajah kelam, tak bersinar akibat setiap hari kena trik sinar matahari siang.
Frastia dan Honda masuk depan halaman kedai, parkir, lepas helm dan setelahnya menuju salah satu kursi kosong, kursi warna hijau tepi sudut.
Tak bisa dipungkiri, terlihat rata - rata jurnalis... hampir bisa dibilang wajah mirip, mirip semua seperti punya beban besar dalam kehidupan dan tanggung jawab profesi.
Kamis 3/2/2022, Pagi, berkisar pukul 10.00 WIB, dalam keadaan santai menyempatkan diri berbincang ringan dengan, Frastia yang telah duduk disalah satu sisi sudut kedai.
Kami pun diskusi seputar profesi masa Pandemi Covid-19.Tanpa menunggu waktu lama, Langsung memulai dengan pertanyaan ringan, kemana hari ini ? Tanya ku tenang, Fras, pun menjawab.
" Saya hari ini ingin turun kelapangan, menelusuri kegiatan fisik 2022 sebutnya dengan nada yakin dan berani.
"Mantap," jawab ku seketika, sembari ingin lebih jauh mengetahui perjalanannya semasa Corona.
Frastia terbiasa sebelum berangkat, keluar dari rumah menju kaledai kopi, ANDA DUA..
duduk disudut dengan handpone ditangan, sembari membuat berita juga terlihat sibuk menulis
Beda dengan hari biasa, Kamis ini, secara diam - diam, sembari diskusi, mengamati alur pikirannya. Frastia, pun kembali menjelaskan, dirinya memiliki agenda kerja masuk ke sebuah desa terpencil, ada kegiatan perlu di telusuri secara menyeluruh.
Ia mengatakan, lokasi sangat jauh, berkisar 30 kilometer perjalanan, berarti 60 km pulang pergi, Sembari menyemat kan masker Terlihat baru, mungkin dapat bantuan gratis saat ada kegiatan sosial salah satu organisasi peduli Covid-19.
" Perjalanan panjang, bisa menghabiskan waktu satu hari," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, mengingat arahan dari pemerintah mesti taat protokoler kesehatan, harus selalu memakai masker, jaga jarak, mencuci tangan, kadang terasa risih dalam menjalani tugas jurnalistik, namun takkan pernah dilepas atau diabaikan oleh para jurnalis dalam bertugas.
Terlihat, Frastia, sudah siap berangkat, setelah diskusi ringan berakhir, Ingin pamit untuk meninggalkan anda dua, menurutnya, berkaitan dengan masker, sangat risih bongkar pasang, sangat beralasan, untuk perjalanan jauh dan meminta keterangan kepada nara sumber, terkadang yang diucapkan bisa tidak terdengar jelas, sehingga harus dengan kalimat yang berulang - ulang.
Setelah itu, Frastia pun berangkat, lepas landas dari pandangan, melaju dengan Honda memburu berita di musim pandemi Covid-19.
Itulah faktor yang mesti dihadapi seorang jurnalis, sekali melangkah pantang balik sebelum mendapat, masa Corona tetap harus dilalui juga, deadline..kata itu menjadi pemicu...tuntutan kerja harus terwujud Realistik memang, .. sedikit idealis, kerja kerja..tapi tetap profesional.
Hal yang sama disampaikan oleh TMP, penulis media online di "Kota Bersejarah" Kamis, 3/2/20220, Siang, sekiran pukul 14.00 WIB, baginya tiada jam istirahat, karena terbiasa keluar rumah sejak pagi, kadang pulang larut malam, selain mencari rezeki buat keluarga, juga melayani publik dengan berita sore sudah harus terbit.
"Masa Pandemi Covid-19, kesehatan tetap di utamakan," ujarnya.
Ia pun tak segan menceritakan, mencari berita kadang harus menghubungi nara sumber melalui handpone, jika dijawab dapat berita dan keterangan Namun sedihnya yang dihubungi justru kadang tidak mengangkat panggilan, hingga harus mencari sumber lain, semantara dimasa Pandemi Covid -19, tidak semua orang bisa diminta keterangan atau dikonfirmasi.
Menurutnya, derita dan sedih senang menjalani profesi jurnalis lengkap sudah, itu harus di hadapi tanpa ada yang tahu keluh resah...tuntutan kerja...yang terlintas adalah dengan penuh keyakinan dapat terhindar dari Pendemi Covid -19.*
Penulis : Rolijan