Pemateri Zakirman Tanjung
(Jurnalis & Motivator Independen)
Pengantar
DALAM merencanakan atau melakukan aktivitas apapun, manusia normal tentu mendasarinya dengan niat, maksud, tujuan dan motivasi. Bahkan, perbuatan iseng pun didorong oleh motivasi. Hanya orang dengan gangguan jiwa yang tidak punya motivasi dalam berbuat atau melakukan sesuatu.
Motivasi inilah yang menjadi energi pendorong seseorang melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas apapun. Dengan adanya motivasi akan tumbuh semangat dan kekuatan sehingga pekerjaan atau aktivitas tersebut dapat kita lakukan dengan baik sesuai hasil yang kita inginkan.
Sebaliknya, jika melakukan pekerjaan atau aktivitas tanpa motivasi – hanya sekadar melaksanakan tugas yang diberikan atau diperintahkan guru atau pimpinan misalnya – kalaupun selesai juga hasilnya tak lebih dari asal jadi. Minyak habis sambal tak enak. Dengan kata lain, energi terkuras dan waktu tersedot tetapi hasil pekerjaan atau aktivitas yang kita lakukan tidak maksimal.
Terkait dengan hal ini, dapat kita lihat atau alami sendiri, betapa banyak santri atau karyawan yang mengerjakan tugas tanpa dilandasi motivasi yang baik dan benar. Akibatnya mereka bekerja secara asal jadi atau ogah-ogahan. Kalaupun dapat menyelesaikan suatu pekerjaan, tentulah hasilnya tidak maksimal.
Selain itu, ada pula orang yang bekerja dengan motivasi instan untuk mendapatkan keuntungan pribadi secara cepat. Orang bertipe seperti ini cendrung melakukan pekerjaan dengan akal-akalan, seakan-akan bekerja dengan baik padahal licik. Namun, motivasi culas seperti ini tidak akan membuahkan hasil positif. Pada tahap awal mungkin kita dapat mengelabui guru, pimpinan atau masyarakat pengguna jasa, tetapi akhirnya akan ketahuan dan berujung pernyataan tidak puas.
Oleh karena itu, bekerja secara profesional merupakan satu-satunya pilihan. Tidak hanya untuk memperoleh apresiasi positif guru, pimpinan atau masyarakat pengguna jasa, tetapi akan menjadi karakter diri. Terbiasa bekerja atau melakukan sesuatu secara benar dan dengan kemampuan maksimal, akan mendidik kita menjadi pribadi professional.
Motivasi Menulis Secara Umum
Ada satu untaian kalimat yang sangat berkesan dan motivatif: Jika Anda ingin mengenal dunia, banyak-banyaklah membaca, karena bacaan itu jendela dunia. Namun, jika Anda ingin dikenal dunia, banyak-banyaklah menulis.
Ya, menulis! Hingga kini, bahkan sampai kapapun, transplantasi ilmu dan informasi masih dan akan tetap lebih efektif melalui tulisan ketimbang audio (suara) dan visual (gambar, bergerak atau tidak). Dengan membaca, seseorang dapat menentukan waktu dan mengulang lagi jika belum mengerti. Berbeda dengan mendengar atau melihat visual, butuh waktu dan perhatian khusus yang bersifat langsung, meskipun dapat dilakukan dengan rekaman.
Oleh karena itu, menuliskan pengalaman dan pemikiran serta hasil pengamatan dan pendengaran merupakan kegiatan kreatif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan pembaca. Tulisan akan mengabadikan ilmu, informasi dan pemikiran penulisnya serta dapat menularkan kepada orang yang membaca berupa pengetahuan, pemahaman dan pengaruh.
Untuk menjadi penulis yang mampu menghasilkan tulisan berkualitas, informatif dan komunikatif perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang cara dan kiat menulis yang baik dan benar. Selain itu, perlu motivasi mengapa kita menulis dan menjadi penulis.
Apa motivasi seseorang menulis? Secara umum dapat dijelaskan:
1. Menuangkan pemikiran, pengalaman, hasil pengamatan dan pendengaran ke dalam bentuk tulisan;
2. Tulisan-tulisan itu akan bermanfaat bagi penulisnya sendiri sebagai pengingat dan orang lain yang membacanya;
3. Tulisan yang kita hasilkan dapat menjadi ladang ibadah jika memuat ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, bahkan setelah kita wafat;
4. Karya tulis dapat menjadi komoditas yang akan mendatangkan penghasilan kepada penulisnya.
Dunia dan peradaban boleh saja berkembang, teknologi boleh saja melesat canggih tak terbendung, akan tetapi kegiatan menuliskan pemikiran dan pengalaman masih akan tetap dilakukan seseorang secara manual, huruf demi huruf, kata demi kata. Hingga kini, bahkan sampai kapanpun, tidak ada teknologi yang mampu menyadap pemikiran atau pengalaman seseorang yang kemudian mengubahnya ke dalam bentuk untaian tulisan. Dengan kata lain, seseorang harus menuliskan pemikiran atau pengalamannya huruf demi huruf atau kata demi kata agar dibaca orang lain secara kasat mata.
Kemampuan menulis bukan hanya wilayah teritorial yang mutlak dimiliki oleh wartawan atau pengarang, melainkan oleh semua orang dengan profesi apapun jika menginginkan orang lain membaca apa yang dia pikirkan, alami, dengar dan lihat. Sebab, jika dengan menuturkan pemikiran atau pengalaman secara lisan akan terbentur oleh keterbatasan ruang dan waktu.
Mengapa semua profesi keilmuan dan aktivis kehidupan perlu memiliki atau menguasai kemampuan menuliskan pemikiran dan pengalaman? Sebab, kehidupan merupakan peradaban yang berkesinambungan antar orang dan antar generasi. Hal itu akan terangkai dalam khazanah pengetahuan yang tercatat dan dapat dibaca – walau ada media lain yang dapat didengar dan/atau dilihat.
Buku-buku fisika, kimia, matematika, biologi dan sosial misalnya tidak akan pernah ada jika ahli-ahli atau ilmuwan di bidang-bidang terkait tidak memiliki kemampuan menuliskan pemikiran atau pengalaman mereka.
Motivasi Menulis Secara Khusus
Muncul pertanyaan, mengapa kita – santri bahkan para guru – perlu memiliki kemampuan menulis? Tentu banyak guna dan manfaatnya, baik untuk menunjang tugas maupun untuk diri sendiri secara lebih luas. Santri dan guru yang memiliki kemampuan menulis – dalam berbagai kebutuhan – akan punya nilai plus.
Sebagai contoh, seorang santri yang mampu menulis uraian tugas dan laporan kegiatan sesuai kaidah penulisan yang baik dan benar tentu akan lebih disukai guru ketimbang santri yang menulis uraian tugas dan laporan kinerja secara asal jadi. Siapapun lebih suka membaca laporan atau tulisan dengan kaidah tata bahasa yang baik.
Terkait dengan kemampuan menulis laporan kegiatan sesuai kaidah jurnalistik, bagi santri sangat besar manfaatnya, baik untuk menunjang tugas di pesantren dalam belajar maupun sebagai modal untuk menjadi penulis atau jurnalis.
Dalam kegiatan belajar-mengajar misalnya, selayaknya kita membuat dan menyebarluaskan informasi berbagai jenis kegiatan secara rutin kepada publik / masyarakat. Format informasi dimaksud tentu tidak mungkin berupa laporan kegiatan secara kaku, tetapi selayaknya cepat dan mudah dibaca atau disimak dengan penyampaian dan bahasa yang lugas.
Pelaporan seperti inilah yang disebut dengan jurnalistik atau kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa.
Pengertian jurnalisme dalam konsep media berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian mengenai kejadian sehari-hari.
Wadah untuk penyebarluasan informasi ini dapat berupa surat kabar, majalah, bulletin, radio dan televisi. Sesuai dengan perkembangan teknologi, wadah atau media penyebarluasan informasi pun berkembang. Sejak dasawarsa terakhir, banyak orang dan lembaga – termasuk institusi pendidikan – membuat media sendiri yang dikenal dengan website, kumpulan halaman web yang dapat diakses publik dan saling terkait yang berbagi satu nama domain. Situs web dapat dibuat dan dikelola oleh individu, grup, bisnis atau organisasi untuk melayani berbagai tujuan.
Dengan adanya website, santri dan guru dapat berpartisipasi dengan melakukan kegiatan jurnalistik atau menuliskan pemikiran, kemudian menyerahkan kepada admin, untuk dipublikasikan. Di sisi lain, pengelola pesantren – misalnya – dapat membuat kebijakan penganggaran untuk membiayai kegiatan website, termasuk membayar honor berita / tulisan terpilih yang dipublikasikan website pesantren.
Tidak hanya untuk internal, penguasaan ilmu jurnalistik dan kepenulisan dapat dikembangkan santri dan guru secara lebih luas. Menjadi wartawan, koresponden atau penulis lepas (freelancer) pada media-media umum umpamanya.
Dengan pengetahuan ini, Anda bahkan dapat menulis dalam bentuk buku. (*)