Catatan Andri
Satria Masri SE ME *)
Tahun
2020 lalu, publik dihebohkan oleh kesalahan dalam surat dinas yang
ditandatangani Gubernur DKI Jakarta. Dalam surat ditulis Tim Ahli Cagar Budaya
(TACB) yang seharusnya Tim Sidang Pemugaran (TSP). Jauh sebelumnya, tahun 2015,
Kementerian Sekretariat Negara membuat kesalahan dengan menulis dalam suratnya
Badan Intelijen Nasional (BIN), padahal seharusnya Badan Intelijen Negara. Masih
banyak lagi berita tentang kesalahan pengetikan surat dinas resmi. Belum lagi
yang tidak muncul jadi berita di media massa tetapi muncul di media sosial.
Kesalahan
penulisan dalam surat resmi dinas menjadi heboh karena dalam persepsi
masyarakat terpatri pemahaman bahwa setiap produk resmi pemerintah pastilah
minim kesalahan, kalau tidak mau dikatakan 100% benar. Sebab, setiap produk
tata naskah dinas pemerintahan itu telah diperiksa secara berjenjang sebelum
sampai kepada pimpinan yang berwenang menandatangani.
Persepsi
masyarakat mengatakan, mana mungkin naskah dinas yang diterbitkan pemerintah
ada kesalahan? Pegawai dan pejabat di pemerintahan kan orang terpilih dan
terpelajar yang beruntung "mengalahkan" ribuan orang lain dalam
kompetisi rekrutmen pegawai.
Ditambah
lagi, semua proses kerja dalam pemerintahan pasti ada pedoman atau regulasi
yang mengaturnya. Pakaian dinas ada regulasinya. Waktu masuk dan pulang kerja
ada regulasinya. Tahapan bekerja ada SOP (Standar Operasional Prosedur)-nya.
Menggunakan anggaran dinas ada petunjuk pelaksana dan petunjuk teknisnya.
Membuat naskah dinas juga ada pedoman dan regulasinya.
Lalu,
kenapa muncul kesalahan dalam sebuah produk naskah dinas?
Untuk
menelusuri di mana titik masalah muncul sehingga menghasilkan produk naskah
dinas yang salah, perlu dibuka regulasi yang mengatur tata naskah dinas.
Pada
level pemerintah pusat, regulasi Pedoman Tata Naskah Dinas (TND) mempedomani
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan
RB) Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah.
Sementara untuk pemerintah daerah berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 54 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di lingkungan
Pemerintah Daerah.
Dalam
kedua regulasi di atas, masing-masing kementerian, lembaga serta pemerintah provinsi / kabupaten / kota menindaklanjuti dengan membuat peraturan
pimpinan masing-masing guna menyesuaikan dengan kondisi instansi masing-masing.
Secara umum tidak mengubah substansi kedua peraturan tersebu, hanya
menyesuaikan penyebutan nama instansi atau lokal.
Ambil
contoh, misalnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencaaan
Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menindaklanjuti Permenpan RB Nomor 80 Tahun
2012 dengan menerbitkan Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 4 Tahun 2020
tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan PPN/Bappenas. Untuk Pemerintah
Kabupaten, ambil contoh Peraturan Bupati Padang Pariaman Nomor 21 Tahun 2010
tentang Pedoman Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang
Pariaman.
Pada
masing-masing regulasi menjelaskan secara rinci bagaimana tata cara, bentuk dan
format naskah dinas yang benar, bahkan sampai mengatur huruf jenis apa yang
dipakai dan ukurannya. Koreksi berjenjang pun dinyatakan jelas siapa yang
membuat, siapa yang memeriksa pertama, kedua, ketiga sampai ke tangan otoritas
yang berhak membubuhkan tanda tangannya.
Jika
regulasi sudah begitu rinci dan detilnya, lalu kenapa masih ditemukan kesalahan
dalam naskah dinas? Jawabannya bisa banyak, beberapa hal bisa dituliskan
sebagai berikut:
1.
Pembuat dan pejabat pemeriksa naskah dinas tidak membaca pedoman TND;
2.
Pejabat pemeriksa naskah dinas tidak melakukan fungsinya sebagai pemeriksa
naskah dinas;
3.
Pejabat pemeriksa naskah dinas tidak memahami TND yang baik dan benar;
4.
Pejabat pemeriksa naskah dinas tidak memahami tata bahasa surat menyurat dan
pembuatan produk hukum. atau;
5.
Pejabat berwenang tidak melakukan pengawasan dan pemantauan penerbitan dan
distribusi naskah dinas.
Dalam
pedoman TND, pejabat pemeriksa naskah dinas selalu membubuhkan parafnya pada
surat sebagai tanda sudah memeriksa dengan teliti naskah dinas. Jika ada
kesalahan seharusnya ditelusuri melalui paraf yang diberikan. Keliru, jika
kesalahan ditimpakan kepada pembuat surat yang biasanya pegawai rendah di
sebuah institusi bahkan ada yang pegawai honor.
Solusi
dari permasalahan adalah, pejabat pemeriksa naskah dinas harus mempelajari
kembali tugas pokok dan fungsinya, membaca pedoman TND, belajar lagi cara
membuat naskah dinas sesuai aturan yang berlaku di Indonesia dan lebih peduli
mengawasi penerbitan dan pendistribusian naskah dinas dan yang lebih penting
adalah patuh menjalankan regulasi yang ada. (*)
*) Inspektur
Pembantu Wilayah I Inspektorat Daerah Kabupaten Padang Pariaman