Catatan Bagindo Yohanes Wempi
KHASANAH budaya Minangkabau bermacam-macam bentuk, di antaranya adalah pesta pengantinan atau alek marapulai jo alek anak daro yang dilaksanakan pasca lebaran Idul Fitri (Ied). Coba ditelusuri sepanjang jalan yang ada di Minang ini, dipastikan akan ditemui urang baralek atau menggelar pesta perkawinan.
Lebaran Ied ini merupakan jadwal panennya urang baralek pengantenan tersebut. Penulis saja sudah nendapatkan undangan melalui kertas lebih kurang dari 10. Belum lagi undangan dalam bentuk 'barokok-an (diundang dengan cara disuruh menghisap rokok) atau melalui suguhan siriah carano juga banyak.
Terkadang seking banyaknya undangan baralek tersebut dalam satu hari, ada yang tidak dapat terkunjungi atau tidak bisa dihadiri. Terpaksa dilakukan kunjungan ke rumahnya beberapa hari setelah itu. Itupun masih ada undangan barokok-an yang terlupakan karena tidak ada dokumen pertinggal.
Secara budaya alek atau pesta perkawinan sudah merupakan kebiasaan yang harus dilakukan. Walaupun dalam Agama Islam yang diatur itu hanya prosesi menikah dan mengundang kerabat dekat dengan istilah walimahaan. Namun, budaya walimahaan berubah menjadi pesta-pora, hiburan rakyat yang terkadang sudah keluar dari kontek agama itu sendiri.
Prosesi alek anak marapulai jo anak daro di saat pandemik covid-19 ini sangat mengkawatirkan. Alek budaya Minangkabau atau diambil contoh Daerah Piaman dipastikan tidak memakai protokol kesehatan (prokes) covid-19. Di saat baralek tersebut tidak ada pengaturan jarak, pakai masker, makanan dibuat kotak dan sebagainya.
Pengunjung secara adat budaya yang dipersilahkab makan "balapah" atau duduk bersila di tempat hidangan dipastikan berdesakan, makanan yang terhidang tidak ditutup paska makan, tapi terbuka saja dengan tersusun memanjang di dalam rumah. Jika mengacu kepada standar prokes covid-19, maaf saja, alek pernikahan secara budaya tersebut tidak sesuai kesehatan.
Yang namanya budaya dipastikan akan selalu dilakukan, terus dilakukan, apalagi di musim lebaran Ied ini. Semua keluarga di nagari, korong di Piaman, akan mengadakan pesta model tersebut. Sekarang di saat pandemik covid-19 ini, maka alek anak marapulai jo anak daro perlu ditertibkan dalam bentuk pembinaan dalam prokes covid-19.
Pemerintah daerah harus membuat pedoman atau panduan khusus yang diberikan kepada masyarakat yang mau menikahkan anak. Jika baralek atau pesta perkawinan, harus melakukan model baralek yang diatur dalam panduan atau pedoman protokol kesehatan covid-19 tersebut.
Jika ada masyarakat mengadakan pesta tidak berpedoman kepada aturan panduan tersebut maka pemerintah daerah atau aparat hukum dapat menertibkan dan membubarkan acara pesta tersebut secara otomatis tanpa ada komplain dari pelaksana acara.
Saat Ied ini diperlukan sekali pedoman atau panduan acara baralek tersebut untuk menghindari agar tidak terjadi penyebaran covid-19. Pedoman atau panduan tersebut, menurut penulis, secepatnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah agar masyarakat tetap bisa mengadakan walimahaan atau pesta marapulai jo anak daro tersebut.
Panduan itu penting. Pengalaman keberadaan klaster baralek atau pesta ini sering terjadi. Dahulu ada pejabat daerah yang menikahkan anaknya lalu diadakan baralek digedung mewah, itu sudah memakai prokes covid-19. Pada akhirnya pejabat tersebut terkena covid-19 juga. Suami-istri, anak pejabat tersebut paska baralek dapat penyakit covid-19 yang terpaksa dirawat di rumah sakit.
Dengan ada panduan untuk baralek anti covid-19 tersebut jika dilakukan, maka pesta perkawinan tidak akan lagi dibubarkan oleh aparat hukum. Insyaa Allah semua terselamatkan dan baralek marapulai jo anak daro bisa terselenggara lancar. [*]