Agam,-Raih WTP 5 Kali Berturut-Turut, Bukti Komitmen Akuntabilitas Pemkab Agam- Kerja keras dan usaha Pemerintah Kabupaten Agam untuk meraih opini Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) membuahkan hasil. Enam kali berturut-turut prestasi dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI itu diperoleh Luhak Agam tersebut.
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Agam, Hendri G mengatakan, pada 25 Juni 2020 merupakan hari bersejarah dalam perjalanan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Agam. Untuk ke-lima kalinya secara beruntun Agam meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Kementerian Keuangan RI melalui BPK Perwakilan Provinsi Sumbar.
“Sebenarnya kita sudah 6 kali menerima WTP, hanya di tahun 2014 kita menerima WTP dengan catatan, sehingga hal tidak dihitung oleh Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Menurut Hendri G, perjuangan itu tidak mudah. Demi meraih opini WTP dari BPK RI, Pemerintah Kabupaten Agam melakukan akselerasi, evaluasi dan pengawasan tata kelola keuangan di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Komitmen yang dibangun, sehingga seluruh OPD terus melakukan perbaikan-perbaikan dari tahun-ke tahun sebagai tindaklanjut dari rekomendasi BPK, sehingga item-item yang menjadi temuan BPK terus berkurang.
Dijelaskan Hendri G, persoalan yang mendasar sebelum “pacah talua” opini WTP adalah terkendala dari lemahnya pencatatan aset disertai jumlah dan kemampuan SDM yang kurang mumpuni terhadap pengelolaan keuangan dan aset daerah. Namun, berkat komitmen bersama tersebut secara bertahap pemerintah daerah bisa memperbaikinya melalui peningkatan kualitas dan kapabilitas SDM dari masing-masing OPD.
Ada beberapa kiat dan langkah atau tahapan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Agam dalam meraih dan mempertahankan predikat opini WTP.
Pertama, kata Hendri, meningkatkan SDM tentang pengelolaan keuangan pendapatan dan aset di seluruh OPD dengan cara melakukan pembinaan secara berkelanjutan. Sehingga pengetahuan dan kemampuan aparatur sipil negara terus ter-upgrade.
“Kita memberikan pelatihan, bimbingan teknis, dan sosialisasi di bidang keuangan bagi setiap OPD. Kita memastikan ilmu yang ditransfer kepada perwakilan OPD betul-betul paham mengenai pengelolaan keuangan dan aset pemerintah daerah,” katanya.
Dalam rangka menyongsong standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang dilakukan secara bertahap oleh pemerintah pusat pada tahun 2015, di Kabupaten Agam sendiri banyak upaya yang telah dilakukan oleh Pemkab Agam. Memberikan sosialisasi serta pelatihan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual kepada para akuntan pemerintahan yang berada pada Lingkungan Pemkab Agam
Kemudian, melalui pemanfaatkan teknologi informasi, Pemkab Agam juga menunjang dengan meluncurkan aplikasi e-planning yang sudah berjalan sejak empat tahun lalu.
Kemudian aplikasi yang dikoordinir oleh Bappeda itu diintegrasikan dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang dikoordinir oleh BKD yang berfungsi sebagai alat bantu pemerintah daerah dalam meningkatkan efektivitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah, sehingga sistem keuangan dan penganggaran lebih mudah dilaksanakan.
“Salah satu indikator yang dinilai BPK adalah terintegrasinya antara sistem perencanaan dengan pengelolaan keuangan daerah,” ujarnya.
Kedua, membentuk Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD). TKPD bertugas untuk mengumpulkan, menatausahakan, menganalisa serta mengevaluasi kasus tuntutan perbendaharaan dan tututan ganti rugi keuangan dan barang daerah. Tim tersebut diketua oleh Sekretaris Daerah, wakilnya Inspektorat dan sekretariatnya di Badan Keuangan Daerah.
Disamping administrasi pengelolaan keuangan, adanya TKPD salah satu indikator penting untuk mencapai opini WTP tersebut.
Ketiga, patuh dan taat terhadap regulasi yang berlaku. Banyaknya aturan dalam pengelolaan keuangan dan aset, mulai dari perencanaan, penganggaran, eksekusi, pelaporan sampai pertanggungjawaban, kerap terjadi aturan yang sangat dinamis dan beragam. Aturan tersebut merupakan pedoman dalam menciptakan laporan keuangan yang berkualitas dan saling terkait satu sama lain.
Kekeliruan yang sering terjadi di waktu dahulu (sebelum WTP) adalah masalah aset milik daerah. Sebagai contoh, saat melakukan pembangunan fisik di tanah bukan aset milik pemerintah daerah atau milik pemerintah nagari/kaum adat yang semestinya tidak dicatat dalam aset tapi dicatat menjadi bagian aset daerah. Sehingga, hal itu menjadi temuan oleh BPK. Pada akhirnya, harus diserahkan secara hibah kepada nagari/kaum adat tersebut.
Keempat, sinergisitas dengan seluruh stakholder. Dalam meraih opini WTP tidak lepas dari peran serta dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara kelembagaan pemerintah secara vertikal maupun horizontal.
Pemerintah daerah harus bersinergi dan membangun komunikasi yang baik dengan pihak-pihak berkepentingan. Termasuk dengan DPRD sebagai legislator yang selalu mengawasi dan mengontrol pergerakan roda pemerintahan yang dieksekusi oleh kepala daerah, termasuk dalam menggunakan anggaran negara.
Sinergisitas itu menjadi bagian yang amat penting dilakukan oleh pemerintah daerah. Pasalnya, salah satu indikator keberhasilan mencapai opini WTP adalah penetapan APBD tepat waktu. Maka peran legislatif sangat banyak di sana.
Tidak dapat dinafikkan, jelas Hendri G, bahwa usaha dan kerja keras yang dilakukan bersama adalah investasi dasar dari suatu impian yang akan capai.
Dengan adanya opini laporan keuangan yang WTP, tentu pemerintah telah memiliki keinginan untuk semakin maju melalui proses perbaikan dari sisi pengelolaan keuangan negara.
Pemerintah tentu wajib mempertanggungjawabkan seluruh capaian program dan akuntabilitas keuangan kepada masyarakat. Dengan pencapaian opini terbaik atas laporan keuangan, diharapkan menjadi momentum untuk terus mendorong tercapainya perbaikan pengelolaan keuangan daerah untuk mendukung program kesejahteraan masyarakat.
“Perolehan opini WTP jangan diartikan pekerjaan Kabupaten Agam selesai. Namun, bagaimana kita tetap selalu mengevaluasi kekurangan-kekurangan dimasa lampau untuk diperbaiki secara terus menerus,” terang Hendri G. (BJR)