Catatan Zakirman Tanjung
HIDUP semestinya tak sekadar menjalani realita, ngalir seperti air. Berani keluar dari zona nyaman memang bukan pilihan menyenangkan, tetapi hal itu merupakan keniscayaan jika ingin merevolusi diri.
Petikan di atas saya simpulkan dari 2x pertemuan dengan Drs H Akmal Malik MSi, seorang teman yang saya kenal melalui media sosial facebook. Akmal saat ini dipercaya Presiden Joko Widodo sebagai Direktur Jenderal Otonomi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Dirjen Otda Kemendagri RI) / Eselon I.A.
Pertemuan saya dengan Bung Akmal alias Kemal M Piliang berawal dari komentar dia pada postingan saya di facebook tentang perjalanan darat dari Padang ke Jakarta, "Mampir, Pak Zast."
Sabtu 4 Januari 2020, usai menikmati jamuan makan siang oleh seorang teman facebook - Ir H Devy Endry - di Restoran Radja Gurame Cempaka Putih, Jakarta Pusat, saya menghubungi Akmal via messenger facebook dengan menyertakan nomor HP/WA. Tak lama kemudian, Akmal menelepon, meminta saya ke suatu titik lokasi di pinggiran Kota Bogor, "Nanti sopir saya datang menjemput."
Melalui whatsapp, Akmal menambahkan, ia sudah memesan dua kamar di Bogor Valey Hotel untuk saya. "Senin pagi kita bareng ke Jakarta."
Selepas gema adzan maghrib, seseorang yang mengaku sopir Akmal datang menjemput saya di luar Stasiun Commuter Line. Ia tidak langsung mengantar saya ke hotel tetapi ke rumah boss-nya. Setelah bersalaman dengan tuan dan nyonya rumah, saya mohon izin numpang wudhu' dan shalat.
Setelah minum secangkir teh hangat, Akmal mengajak saya ke luar. "Pak Zast mau makan di Restoran Padang atau ...?" tanya dia. Saya jawab, kuliner ala Jawa.
Kami pun ke Sate Tegal. Melihat saya kedinginan (maklum, belum sempat istirahat semenjak tiba di Bogor, Sabtu dinihari, setelah naik bus dari Kota Padang selama 41 jam lebih), Akmal melepas jaket kulit yang dia pakai dan memberikan kepada saya. Di sini kami mulai diskusi ringan tentang banyak hal, terutama tentang Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat, daerah tempat Akmal ditugaskan negara menjadi pegawai negeri sipil (PNS), 1993 - 1996, dengan pangkat/golongan II/b sebagai lulusan Diploma III Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor, Jawa Barat.
Bertugas di Kantor Camat VII Koto Sungai Sariak, Akmal kemudian dipercaya oleh Bupati Ir H Nasrul Syahrun sebagai Kepala Sub Seksi pada Seksi Pembangunan Desa. Ia bahkan diberi tugas tambahan menjadi pejabat sementara (pjs) Kepala Desa Barangan yang kini jadi pusat pemerintahan Nagari Lurah Ampalu karena kepala desa (kades) sebelumnya mengundurkan diri karena berbagai masalah.
Dalam waktu singkat Akmal berhasil menyelesaikan permasalahan dan memfasilitasi pemilihan kades definitif.
"Banyak kenangan saya di kecamatan ini," cetus pria kelahiran Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, 16 Maret 1970, ini. Ia mengaku tinggal di rumah warga Desa Bisati, Bu Ramalah, ibu kandung Anton Wira Tanjung kelahiran 5 November 1980. Anton baru saja dilantik oleh Bupati Ali Mukhni sebagai Kepala Bagian Humas dan Protokol Setdakab Padang Pariaman, Selasa (07/01/2020).
Dinilai sukses mengemban tugas, Bupati Nasrul Syahrun memberinya hadiah melanjutkan pendidikan ke program strata satu (S.1) Manajemen Pembangunan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Jakarta, 1996. Selesai S.1, Akmal melanjutkan kiprahnya ke Kantor Gubernur Sumatra Barat di Padang. Namun, tak lama setelahnya, Akmal memperoleh beasiswa Program Magister Perencanaan Kebijakan Publik pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), 2000 - 2002.
Setelah meraih gelar Magister Sains, Akmal kembali bertugas pada Biro Bina Sosial Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Sumbar hingga kemudian mendapat amanah sebagai Kepala Bagian (Kabag) Bina Agama.
"Tahun 2011 saya memutuskan pindah ke Kemendagri melalui jalur formal dengan cara ikut tes. Meskipun Dirjen Otda waktu itu (Prof Dr Djohermansyah Djohan - red) dosen saya waktu kuliah di STPDN, beliau menolak memberi rekomendasi dan tetap meminta saya ikut jalur tes," cetus Akmal.
Mengapa pindah ke Kemendagri, bukankah waktu ia sedang menjabat Kabag Bina Agama dan mengelola anggaran cukup besar?
"Benar, Pak Zast. Waktu itu saya melihat prospek yang lebih baik jika pindah tugas ke pemerintahan pusat. Konsekuensinya saya harus meninggalkan jabatan sebagai kabag (eselon III.A), saya harus berani keluar dari zona nyaman untuk mencapai tujuan yang lebih besar," kata Akmal.
Apalagi, lanjut dia, isterinya - seorang dokter yang bertugas di Dinas Kesehatan Provinsi - ikut memberikan dorongan meski harus berpisah untuk sementara. Begitu pula anak-anak mereka.
Sebagai PNS yang baru pindah, Akmal bertugas pada Ditjen Otda Kemendagri dan harus memulai karier dari bawah lagi sebagai staf biasa. Meski demikian, Akmal tak mau menyerah pada keadaan. Ia mencari celah dan peluang untuk berkiprah.
"Saat itu saya ingat Drs Basri Syafrizal yang tahun 1990-an bertugas sebagai instruktur pelatihan pemerintah pada Kantor Pembangunan Desa (Bangdes) Kabupaten Padang Pariaman. Pak Bas memotivasi saya untuk mendalami ilmu kepelatihan dan mendidik saya menjadi 'guru'," ulas Akmal.
Berbekal ilmu yang diajarkan Basri Syafrizal serta ilmu-ilmu lain yang dipelajarinya, Akmal masuk ke tim pelatihan aparatur pemerintahan daerah dan desa di Ditjen Otda Kemendagri. Ia sengaja memilih daerah-daerah yang tidak diminati instruktur-instruktur lain seperti Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam waktu cepat karier Akmal kembali menggeliat. Tahun 2013 ia kembali mendapat kepercayaan mengemban jabatan struktural walau pada eselon IV/A selaku kepala sub bidang. Tak lama berselang, Akmal promosi menjadi Kepala Sub Direktorat. Tahun 2016 ia sudah mengemban eselon II.A sebagai direktur pada Ditjen Otda.
Setahun kemudian, 2018, ia dipercaya pimpinan menjadi Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesdirjen). Terhitung mulai tanggal 1 Mei 2019, Akmal merangkap jabatan sebagai pelaksana tugas Dirjen Otda dan pada tanggal 9 September 2019 dikukuhkan menjadi pejabat definitif.
Malam itu, dari Sate Tegal, Akmal mengantar saya ke Bogor Valey Hotel dengan Sedan Camry yang disopiri Ronny. Tak langsung pulang ke rumah, Akmal mengajak saya ke restoran hotel pada lantai 6.
Sembari menikmati jus semangka, diskusi kembali berlanjut hingga pukul 21.00. Setelahnya Akmal pulang dan saya naik lift menuju Kamar 903.
**
Kedatangan saya ke Bogor untuk mengantar putri sulung kembali ke bangku kuliah setelah libur selama sepuluh hari. Turun bus di Terminal Baranang Siang, Sabtu dinihari, pesan GoCar, antar si putri ke asrama, saya terus ke masjid. Usai shalat subuh berjamaah, mohon izin ke pengurus masjid untuk menumpang mandi.
Setelah sarapan bubur ayam di pinggir jalan, ada teman facebook yang menelepon, mengundang saya ke rumahnya di Cempaka Baru, Jakarta Pusat. Sewaktu kami makan siang di sebuah restoran di Cempaka Putih, Akmal menelepon, meminta saya datang ke Bogor.
Hari Minggu, sebenarnya Akmal mengajak saya ke lahan perkebunan yang dia sewa selama 15 tahun di Hambalang. Namun, saya minta izin untuk mengajak putri saya rekreasi ke Kebun Raya Bogor.
Sesuai kesepakatan sebelumnya, Senin usai shalat subuh, Akmal menyinggahi saya ke hotel, bareng ke Gedung Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat. Selama hampir 2 jam dalam perjalanan dengan Sedan Camry, kami kembali diskusi tiada henti. Namun, materi diskusi sengaja tak saya tulis karena menyangkut banyak kepentingan.
Sesampai di Gedung Kemendagri, Akmal mengajak saya naik lift ke ruang kerjanya di lantai 8. Setelah dia mengoordinasikan tugas-tugas hari itu dengan beberapa direktur, Akmal mengajak saya ke ruang pribadi di belakang meja kerjanya. menikmati sarapan bubur kacang hijau plus ubi rebus.
"Ubi kayu ini hasil kebun saya di Hambalang, saya bawa ke sini dan dimasak oleh staf," katanya lagi.
Pada lahan seluas satu hektar itu Akmal menanam aneka jenis seperti sayur-sayuran, umbi-umbian tanaman buah seperti durian. Untuk keperluan itu ia mempekerjakan dua orang. "Kalau libur saya ikut bekerja di kebun," ujar dia.
Sekira pukul 09.10 saya pamit karena Akmal akan mengikuti rapat pimpinan bersama Mendagri Tito Karnavian serta sekjen, para dirjen dan para kepala badan lain. (***)