Foto : google
Siapa yang tidak tau dengan West Sumatra/ Sumatra Barat?, daerah yang terkenal dengan masakan seperti diantaranya, Rendang, Gulai kepala ikan dan masih banyak kuliner khas lainnya. Selain itu, etnis yang ada di Sumatra Barat memiliki kultur sebagian besar disebut Minangkabau, adapun Sumatra Barat juga disebut Ranah Minang yang memiliki kebudayaan yang kental dan unik.
Tidak hanya itu saja, suku minang memiliki filsafat "Alam Takambang Jadi Guru" yang menggambarkan kehidupan keseharian suku tersebut. Etnis yang orang Betawi menyebutnya "Padang Bengkok," katanya. Dikarenakan cara berfikir orang Minang berbeda dengan suku-suku yang ada di Indonesia, "takuruang nak di lua taimpik nak diateh".
Selain itu, Minangkabau juga mempunyai tatanan untuk berbicara atau berbincang dalam keseharian, baik berbicara pada yang tua, muda, teman sebaya kepada ipar (Sumando), maupun didalam forum. Ialah Kato Nan Ampek, yang dimaksud dengan 4 etika berbicara. Istilah yang berarti aturan berbicara, tentang bagaimana untuk memberikan penyampaian kepada orang lain. Hal ini hampir tidak diketahui oleh sejumlah remaja Minang saat ini, bahkan tidak mengerti bila disindir.
Berikut sedikit penjelasan Kato Nan Ampek:
1. Kato Mandaki
Kato mandaki digunakan oleh orang yang lebih muda ke yang tua, pengertian ini menjelaskan bahwa rasa hormat yang ditunjukan dari yang lebih muda ke yang tua.
Disaat berbicara dengan yang lebih tua dari kita, kita harus menunjukan rasa hormat dan adab sopan serta santun. Intinya, kita tidak perlu menyanggah perkataan orang tersebut walaupun menurut kita itu salah. Lebih baik kita banyak mendengar dan kalaupun menjawab, jawablah dengan nada yang santun. Terima yang baiknya dan abaikan yang tidak perlu.
2. Kato Manurun
Nah!! ini yang kadang disalah artikan sebagian orang Minang, kato manurun bukan berarti Bak Manunggang Aia Ka Lurah, atau bisa bicara semena-mena dan seenaknya kepada yang lebih muda. Lebih tepatnya kato manurun adalah cara penyampaian yang menunjukan lemah lembut, rasa mengasihi, dan tegas saat memberi nasehat.
3. Kato Mandata
Ini merupakan tatanan berbicara kepada teman sebaya, walaupun kato mandata atau kata mendatar dilakukan saat melakukan perbincangan terhadap teman sebaya, tidaklah bahasa ini digunakan untuk saling mencaci, atau saling membully. Filsafat Minang mengatakan, Diagak mangko diagiah dijua mangko dibali, yang dalam pengertian berbicara hendaklah berfikir terlebih dahulu, dan memberikan jawaban yang tidak menyinggung lawan bicara
4. Kato Malereang.
Tatanan berbahasa ini lumayan rumit dan hanya sebagian orang Minang yang mengerti akan kato malereang tersebut. Ini juga bisa mencakup 3 pembahasan diatas, bisa dilakukan terhadap yang lebih muda, bisa dilakukan terhadap yang lebih tua, ataupun terhadap teman sebaya. Kato malereang banyak mengandung kata-kata sindiran, ada yang positif dan ada pula yang negatif. Cara berbahasa ini cukup tinggi dan sering dijumpai dalam perbincangan petinggi-petinggi adat. Tidak hanya itu, kato malereang dilakukan juga saat berbicara dengan Sumando (yang disebut menantu di adat Minang), dan Sumando wajib tau dengan kato malereang.
Demikian penjelasan tentang Kato Nan Ampek yang ada di Minangkabau, semoga bermanfaat dan kita bisa mengamalkannya dikehidupan sehari-hari.
(fadil)
(fadil)