Oleh Bagindo Yohanes Wempi.
MASYARAKAT kabupaten Padang Pariaman dihebohkan dengan hasil LHP
BPK tahun 2018 dimana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman memiliki
utang belanja pegawai serta adanya beban belanja lainnya lebih kurang
sebesar Rp 150 miliar pada neraca per 31 Desember 2018 yang tidak
ditunaikan.
Dengan ada temuan tersebut sontak masyarakat memberikan komentar
opini, ada apa dengan Pemda Padang Pariamah, mengapa hak masyarakat dengan
nilai ratusan milyar tidak diberikan, dimana masalahnya?. Sedangkan dalam
aturannya normal sesuai undang-undang dan peraturan berlaku bahwa APBD tersebut
tidak bisa dimainkan, kecuali ada kenekatan berjamaah di Internal PEMDA.
Perlu dijelaskan bahwa APBD adalah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) yang kemudian menjadi peraturan daerah (PERDA). APBD
merupakan salah satu instrumen kekayaan yang digunakan oleh pemerintah daerah
(PEMDA) untuk meningkatkan pelayanan publik dalam rangka memakmurkan
masyarakat.
Mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
bahwa alurnya adalah kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah
tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat bulan Oktober tahun
angaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
APBD merupakan modal kekayaan untuk meningkatkan pelayanan
publik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, APBD tentunya bukanlah
produk yang dihasilkan melalui proses yang instan atau keinginan dari” Kepala
Daerah”, tapi APBD disusun dengan perencanaan yang sistematis dan terukur
dengan melibatkan peran serta masyarakat sebagai tujuan pembangunan dan juga
sebagai pelaku pembangunan itu sendiri.
Peran serta masyarakat ini terwujud dalam partisipasi pada saat
forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Tahapan penyusunan APBD diawali dengan penyusunan rancangan awal
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda). RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala
Daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN).
RPJMD ini disusun untuk jangka waktu lima tahun sesuai dengan
masa periode kepala daerah .masing-masing kepala Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) menyiapkan rencana kerja OPD (Renja-OPD) sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya yang mengacu kepada rancangan awal RKPD dan berpedoman pada
Renstra-OPD yang telah disesuaikan dengan RPJMD.
Kemudian kepada Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan
RKPD dengan menggunakan Renja-OPD tersebut, sekaligus menyelenggarakan Musrenbang
penyusunan RKPD yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara pemerintah daerah
sesuai dengan UU.
Dalam Permendagri tentang Perubahan tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, RKPD yang telah ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah dan
pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun
menjadi dasar bagi Kepala Daerah untuk menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD
(KUA) dan rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan KUA
dimaksud memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan
pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan
strategi pencapaiannya.
PPAS memuat rancangan program prioritas dan patokan batas
maksimal anggaran yang diberikan kepada OPD untuk setiap program sebagai acuan
dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) OPD sebelum disepakati bersama
dengan DPRD. Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah dibahas dan disepakati
bersama dengan DPRD masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara Kepala Daerah dengan pimpinan DPRD dalam waktu
bersamaan. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyusun rancangan surat
edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-OPD sebagai acuan Kepala
OPD dalam menyusun RKA-OPD.
OPD menyampaikan RKA-OPD yang telah disusun kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) untuk selanjutnya dibahas oleh TAPD. TAPD akan
menelaah RKA-OPD apakah telah sesuai dengan surat edaran yang diterbitkan.
Kepala OPD melakukan penyempurnaan RKA-OPD atas hasil pembahasan dengan TAPD.
PPKD mengkompilasi RKA-OPD yang telah disempurnakan oleh masing-masing OPD
sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD.
Panjang proses APBD semenjak perencanaan, penganggaran, dan
pelaksanaan ini tentunya harus dikelola dengan bertanggungjawab untuk
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, ekonomis dan efisien. Kegagalan
dalam membuat perencanaan sama artinya dengan merencanakan kegagalan itu
sendiri. Masing-masing kepala OPD harus mampu menerjemahkan visi, misi, dan
program Kepala Daerah ke dalam Renja-OPD dengan indikator kinerja yang terukur,
sehingga di akhir periode jabatan Kepala Daerah masyarakat dapat menilai sejauh
mana visi, misi dan program kepala daerah berkontribusi untuk peningkatan
kesejahteraan dan pemerataan pembangunan di tengah masyarakat.
Melihat uraian diatas maka dalam peyusunan APBD tidak akan ada
program atau kegiatan siluman karena terdapat anggaran yang tiba-tiba muncul
tanpa melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran, apalagi adanya
intervensi. Namun penyimpangan seperti ini dapat dikendalikan dengan menerapkan
perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran melalui sistem elekronik
yang terintegrasi atau yang sering disebut dengan e-budgeting.
E-budgeting akan menolak setiap anggaran yang dimasukkan ke
sistem tanpa melalui tahapan perencanaan dan penganggaran sebagaimana mestinya.
Orang-orang yang diberi otorisasi untuk mengoperasikan sistem ini juga perlu
dikendalikan dengan Standart Opersional Procedure (SOP) yang memadai agar tidak
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan otorisasi yang dimilikinya.
APBD menyimpang dalam kaedah keadilan adalah terjadi di
dalam proses penyusunan APBD adalah adanya penganggaran kegiatan OPD yang tidak
sesuai dengan kebutuhan riel masyarakat. OPD belum sepenuhnya menyusun RKA-OPD
berdasarkan data hasil identifikasi kebutuhan. Berdasarkan hasil musrenbang
masyarakat membutuhkan mesin hand traktor untuk digunakan membajak sawah,
kemudian pemerintah mengakomodirnya di dalam APBD dengan menganggarkan mesin
traktor untuk ladang (darat), ini keliru.
Atau Pemda membuat angaran lain yang dimanipulasi seolah-olah
berdambak untuk kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya yang direalisakan
sampai ke masyarakat hanya cerita-cerira atau laporan kepala daerah yang
indah-indah disetiap acara serimonial.
Jika hal ini yang terjadi maka ada perumpamann yaitu Pemerintah
membeli seekor baruak yang ditujukan untuk rakyat dan yang sampai kepada rakyat
hanyalah se-ekor kera. Pemerintah daerah melalui kebijakan anggaran kurang peka
terhadap kondisi masyarakat yang susah. Anggaran belanja langsung yang
seharusnya ditujukan untuk program dan kegiatan yang dampaknya dapat langsung
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terkadang lebih banyak porsinya untuk
kesejahteraan pejabat.
Anggaran belanja modal porsinya tidak memihak kepada masyarakat.
Pengadaan fasilitas dinas pejabat daerah dengan nilai yang fantastis, seperti
kendaraan dinas mewah yang baru, mobileir rumah dinas, dan fasilitas dinas
lainnya serta perjalanan dinas pejabat daerah yang kalau dihitung anggarannya
cukup untuk membiayai perjalanan dinas pejabat tersebut setiap hari. Pejabat
itu bukanlah dilayani melainkan melayani masyarakat yang memberinya amanah.
APBD sebagai dasar dalam pelaksanaan pendapatan dan belanja
selama satu tahun anggaran seharusnya menyajikan angka-angka yang dapat diandalkan.
Dapat diandalkan artinya setiap rupiah yang disajikan dapat dijelaskan dasar
perhitungannya, cara mencapainya dan output kinerja atas rupiah tersebut.
Misalnya, jangan sampai APBD sudah ditetapkan ternyata di pertengahan jalan
terjadi defisit anggaran karena terdapat rencana pendapatan yang tidak dapat
direalisasikan karena kesalahan perhitungan atau terdapat utang pada tahun
sebelumnya yang belum diperhitungkan di dalam APBD dan harus dibayar.
Semoga dengan penjelasan diatas semua bisa paham seperti apa urgensinya
APBD tersebut, dan seperti apa alurnya sampai APBD seperti Kue yang bisa
dibagikan keseluruh masyarakat Padang Pariamah.
Sehingga kejadian adanya temuan negatif dari LHP BPK di Pemda
Padang Pariaman tersebut memberikan pelajaran bagi kita semua pemangku
kepentingan, bahwa kedepan jangan adalagi Pemda Padang Pariaman merugikan
masyarakat karena salah urus APBD, walaupu itu pegawai sendiri (ASN). penulis
memiliki keyakin, jika semua serius mengelola APBD dan pelayanan untuk
masyarakat maka keadilan dan kemakmuran akan tercipta[*]