Catatan , Bagindo Yohanes Wempi
PAGI hari tanggal 17
Agustus 1996, hari Sabtu sebelum jam 04.00 wib penulis sudah mandi, habis mandi
langsung sholat subuh. setelah itu berpakaian lengkap Paskibraka, lalu begegas
jalan kaki dari tempat kos belakang kantor lurahan Pasir ke rumah dinas Sekda Pemda
TK II Padang Pariaman Ikut Upacara HUT RI sebagai petugas khusus.
Masih ingat dimemori penulis betapa tidak bisa tidur malam
harinya karena ada rasa was-was bahwa besok saat menjalankan tugas pengibar
bendera merah putih diupacara HUT RI 17 Agustus tidak sesuai dengan mestinnya.
Penulis memang tidak masuk tim inti yang akan melaksanakan
pegibaran bendrea langsung, tapi hanya masuk tim 17 (angota pasukan tujuh
belas), tim yang secara tugas tidak seberat tim 8 (anggota delapan), dan yang
paling sedikit bebannya dibanding pasukan diatas adalah TIM 45 (anggota pasukan
empat lima).
Rasa was-was, cemas itu pasti ada dalam anggota pasukan
tersebut, walaupun dalam latihan sudah ditenpa secara sempurna seperti
latihan-latihan militer. dari proses awal semuan pasukan diseleksi berjenjang
di tingkat sekolah, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten juga jadi tidak ada
keraguan.
Saat pertama latihan, semua kita dikumpulkan di aula kantor
bupati, selama 3 hari diberikan pembekalan keilmuan, teori-teori tentang
paskibraka, tugas, tanggung jawab, standar latihan, nilai keberhasilan dan
laiinya.
Saat pelatihan teori itu baru penulis tahu, bahwa
paskibraka pertama kali dicetuskan oleh Idik Sulaiman tahun 1973 seorang tokoh
keturuan arab yang luar biasa mampu membuat formula pasukan terbaik sampai
sekarang.
Saat pembekalan tersebur penuli juga mengetahui kepanjangan dari
Paskibraka adalah Pasukan Penggerek Bendera Pusaka. namun Kata penggerek
digunakan dari tahun 1967 sampai 1972. Setelahnya diganti menjadi kata pengibar
sampai sekarang.
Pada hari keempat dilakukan latihan fisik, setiap hari jam 6 an
pagi pasukan sudah kumpul dilapangan merdeka Pariaman yang sekarang sudah jadi
taman kota.
Karena penulis jauh dari orang tua, tinggal sendiri, kos di
pasie (kampuang Tangah) piaman, terkadang latihan fisik dipagi tersebut penulis
belum sarapan atau makan (nasib anak kos) saat latihan tersebut.
Pada waktu itu makan pagi tidak disediakan oleh panitia, yang
disediakan snek kota dan teh manis jam 10an di saat istirahat pertama, beda
dengan pelatihan paskibraka sekarang, lebih enak kayaknya karena sudah dikaran
tina dipenginapan dan diberi pasilitas lengkap.
Disamping itu paskibraka sekarang dibelikan baju dan celana olah
raga, baju seragam lainya, zaman penulis tidak ada itu. Maka saat latihan
bercampur-campur baju olah raganya, terkadang penulis minder juga karena yang pakai baju
olah raga merek SMEA hanya 2 orang, penulis dan teman perempuan namanya Tri
Rafia yang lulus juga, teman-teman yang lain pakai baju anak sekolah bergensi.
Pada waktu itu yang banyak merek baju olah raga adalah anak SPP
(Sekolah Pendidikan Perikanan), kedua anak SMA 1 Pariaman dan anak SMA 2
Pariaman, anak STM juga sedikit. awal-awal dikumpulkan dalam acara pelatihan
seperti ada kasta-kasta atau kelompok-kelompok, setelah berbaur,
perkenalan, Dari intensif dari
pelatih akhirnya semua satu ibarat NKRI.
Maka tidak ada beda-beda, tidak ada lagi kasta-kasta, tidak lagi
berkelompok, tidak adalagi ini anak SMA 1 Pariaman orangnya bojuis, SMA 2
orangnya pintar-pintar, Anak SPP orangnya perkasa-perkasa fisik dan seterusnya.
Pelatih pada waktu itu memang hebat serba keterbatasan pasilitas
yang dimiliki namun bisa menjadikan satu pasukan yg harmoni dan Profesional
dalam pengibaran bendera.
Latihan waktu itu tergolong berat, lari keliling Kota Pariaman,
sambil bernyanyi-nyanyi untuk menghilangkan lelah, karena yang melatih
dominansi TNI terkadang perlakuan militer diterapkan seperti perut pun dipukul
jika salah, kekuatan fisik sering ditest, namun semua latihan kita nikmati dan
merasa bersyukur bisa menjadi pasukan pengibar bendera HUT RI tersebut.
Dua hari sebelum tanggal 17 Agustus, penulis sempat pusing
karena semua tim mencari sepatu sendiri, ternyata sepatunya tidak disediakan
oleh panitia, anggota harus mencari sepatu tentara berwarna hitam, sempat juga
penulia stres karena penulis kos, cari sepatu dikampung juga tidak ada karena
dikampung tidak ada saudara, teman yang tentara. Alhamdulillah ada teman dari
SMA 2 Pariaman yang meminjamkan.
Ada cerita lucu, salah satu dari komandan kami, juga gak punya
sepatu berwarna putih TNI, yang dia punya hanya warna hitam, akhirnya sepatu
dikasih cat pilot warna putih, karena kebutuhan satu hari tetap prima maka
apapun dilakukan.
Walaupun saat itu semuan serba terbatas seperti yang dijelaskan
diatas, apa yang menjadi tugas kami, Alhamdulllah selesai dengan baik. Bupati
Padang Pariaman waktu itu H. Nasrun Sahrun dalam acara perpisahan. Kami
diberikan pengharagan yang luar biasa, beliau dalam sambutnyan menyampaikan
bahwa selama beliau jadi Bupati baru sekali ini paskibraka menjalan tugas
sesempurna mungkin.
Penulis dan semua anggota sengat tersanjung, sebuah apresiasi
yang diberikan kepada kami yang luar biasa. Satu setengah bulan Kami latihan
baik mental, fisik, dan lainnya membuat kami seperti logo dari paskibrakan itu,
seperti Perisai berarti siap membela negara, warna hitam bearti percaya diri,
dan warna kuning berarti bangga.
Di tengah prisai, akan ada sepasang anak Indonesia yang berarti
para paskibraka.
Terdapat tiga garis horizon yang berarti nasional, provinsi, dan
kab/kota. Lalu tidak ketinggalan sang bendera merah putih di dalam perisai yang
berarti lambang negara.
Lambang anggota paskribaka berupa bunga teratai yang berarti
lahir di lumpur dan tumbuh di air. Tiga kelompak bunga yang ke atas yang
berarti belajar, bekerja, dan berbakti. Sedangkan tiga kelompak bunga ke
samping berarti aktif, disiplin, dan gembira.
Banyak kisah menarik yang bisa dituliskan pada kesempatan ini,
selaku purna paskibraka Indonesa (PPI) selalu mengenang keberhasilan tersebut
dan selalu menyampaikan selamat HUT RI ke- 74. Merdeka!!!.