MENJELANG Ramadhan harga bawang putih di sejumlah
wilayah Indonesia melonjak naik secara drastis. Di antara upaya yang dilakukan Kementerian
Perdagangan (Kemendag) untuk menurunkan harga bawang putih dengan membuka
impor.
Dalam hal ini, Kemendag
memberikan izin impor kepada pihak swasta. Namun, Perusahaan Umum Badan Urusan
Logistik (Perum Bulog) tidak berada di dalam daftar yang mendapatkan izin impor
tersebut karena Bulog tidak mengikuti kewajiban menanam lima persen dari jumlah
impor yang dilakukan. Kebijakan itu dikeluarkan sebagai bentuk keberpihakan
kepada para petani sekaligus dunia usaha.
Hanya saja, Menteri Pertanian
Amran Sulaiman menuturkan, tak mau kalah dengan permainan harga yang dilakukan
para importir. Bahkan Amran mengancam akan mencabut izin impornya jika importir
curang memberikan harga bawang putih. Amran mencatat sudah 56 perusahaan yang
dicabut rekomendasi impornya karena curang dalam memberikan harga bawang putih.
“Semua yang mempermainkan harga
kita pastikan di-blacklist. Mereka
sudah tahu dan sudah ada bersama dengan satuan tugas (satgas). Ada 700 mafia
pangan kita blacklist bahkan
tersangka sudah ada 400 lebih. Tidak ada kompromi,” kata dia.
Sedangkan Menteri Perdagangan
Enggartiasto Lukita mengungkapkan, izin impor 115.000 ton bawang putih sudah
diterbitkan kepada importir swasta. Izin ini diberikan kepada delapan
perusahaan dengan tujuan untuk menurunkan harga bawang putih yang naik secara
drastis di pasar menjelang bulan puasa. Keputusan pemerintah akan melakukan
impor dinilai tepat apabila stok tidak mencukupi. Adapun seluruh bawang putih
tersebut akan diimpor dari China, selaku negara penghasil utama.
Bawang putih merupakan bahan pangan
yang dijaga stabilitas harganya karena memberikan kontribusi inflasi April 2019
menjadi 0,44 persen. Stabilitas harga bawang putih jelang bulan puasa sangat
penting dilakukan karena dapat mencegah lonjakan harga lebih tinggi saat
Ramadhan. Bila tidak diantisipasi, maka lonjakan harga bawang bisa mendorong
inflasi.
Sebagaimana diketahui, Indonesia
rutin mengimpor bawang putih karena produksi dalam negeri belum mampu memenuhi
kebutuhan pasar. Hal tersebut dipicu oleh tingginya permintaan masyarakat, sedangkan
ketersediaan barang mengalami keterbatasan. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri (PDN) Kemendag, Tjahya Widayanti pernah mengatakan, bahwa sekitar 95
persen dari kebutuhan bawang putih secara nasional masih bergantung kepada
impor.
Data Kementerian Pertanian (Kementan)
menyebutkan, luas tanam bawang putih tahun 2018 mencapai 8 ribu hektar lebih,
naik sekitar 400 persen dari luas tanam sebelumnya yang bertengger di angka 2
ribuan hektar setahun. Sampai tahun 2020 ditargetkan tanam 20 ribu hingga 60
ribu hektar. Puncaknya pada tahun 2021, yang direncanakan penanaman seluas
lebih dari 80 ribu hektar untuk memenuhi kebutuhan bawang putih nasional.
Kementan optimis dan terus
berupaya untuk memperluas area tanam bawang putih untuk mengejar target
swasembada pada 2021. Bila ini sudah terpenuhi maka pada saat itu impor bawang
putih akan dihentikan dan mampu memenuhi kebutuhan sendiri dari produksi dalam
negeri.
Data Kementan menunjukkan,
produksi bawang putih sejak 2015 tak banyak mengalami perubahan dan cenderung
menurun. Pada 2015, produksi bawang putih RI adalah sebesar 20.294 ton. Lalu di
2016, naik mencapai 21.150 ton. Namun, angkanya turun cukup drastis di 2017 yang
hanya 19.510 ton. Lebih rendah dari produksi tahun 2015 dan 2016.
Jika dibandingkan dengan angka
konsumsi masyarakat dan produksi bawang putih yang ada memang saat ini sangat tampaknya
ada ketimpangan. Dengan kata lain, jumlah produksi bawang putih masih sangat
timpang dengan besarnya konsumsi masyarakat.
“Daerah-daerah penanaman
bawang putih tersebar di 110 lebih kabupaten se-Indonesia diantaranya adalah
Aceh Tengah, Solok, Kerinci, Humbang Hasundutan, Tegal, Cianjur, Malang,
Wonosobo, Magelang, Karanganyar, Banjarnegara, Pasuruan, Banyuwangi,
Temanggung, Tabanan, Lombok Timur, Bantaeng, Majalengka, Enrekang hingga
Minahasa Selatan,” ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura,
Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, Yasid Taufik.
Dia juga menuturkan, Direktorat
Jenderal Hortikultura sejauh ini telah mengatur tata niaga bawang putih secara
efisien guna memenuhi kebutuhan pasar. Importir langsung ke pasar, baik pasar
induk maupun retail. Para pedagang sangat mendukung penuh upaya yang dilakukan Kementan
dalam melakukan normalisasi harga bawang putih. Operasi pasar yang dilakukan
memberikan dampak baik bagi masyarakat guna meningkatkan daya beli masyarakat.
“Di sini bawang putih di
harga eceran mencapai Rp85 ribu per-kilogram” ujar Dila (30), seorang pedagang
di Pasar Balai Kurai Taji, Kota Pariaman. Kenaikan harga bawang putih mulai
dirasakan oleh masyarakat semenjak tanggal 2 Mei 2019 yang awalnya harga bawang
putih Rp30 ribu/kg.
Dila mengaku heran dengan naiknya
harga bawang putih begitu drastis dari harga normalnya. Jika pemerintah tidak
melakukan sesuatu, harga bawang putih akan terus naik hingga lebaran nanti.
Untuk menstimulus harga di
pasaran, Kemendag menginstruksikan importir untuk mengeluarkan stok bawang
putih sisa importasi tahun lalu ke pasar. Stok bawang putih milik importir siap
mengamankan pasokan bawang putih di seluruh wilayah Indonesia untuk tiga bulan
ke depan.
Dengan upaya pemerintah dalam
mengimpor bawah putih dari China diharapkan dapat kembali menstabilkan bawah
putih kembali ke harga normal.
Namun, dalam melakukan
pengeluaran stok bawang putih seringkali berjalan tidak mulus karena sepenuhnya
dikontrol oleh importir. Stok bawang putih diklaim pemerintah masih cukup, tetapi
saat yang sama izin impor juga diterbitkan. Percuma kalau ratusan ribu ton stok
di impor tapi tidak diguyur di pasar, harga tetap akan tinggi. Masyarakat
berharap pemerintah dan para importir transparansi dalam memberikan informasi
tentang jumlah stok dan harganya.
*) Mahasiswa Magister Agribisnis
Institut Pertanian Bogor