Dari kiri: H Zulhendrayani, Maryono, Zakirman Tanjung dan Hilman H
Parikmalintang, CanangNews – Mayoritas
Walinagari dan Badan Musyawarah (Bamus) Nagari di Kabupaten Padang Pariaman
menyatakan penolakan mereka terhadap penerapan Peraturan Daerah (Perda)
Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tentang Nagari. Sebab, perda tersebut
bertentangan dengan semangat demokrasi yang sudah terbangun.
Penolakan itu mereka kemukakan dalam kegiatan Sosialisasi Perda 7/2018 yang
dilakukan Pemerintah Provinsi Sumbar di Aula Kantor Bupati Padang Pariaman –
Parikmalintang, Kamis (8/11/2018).
Sebagaimana dikemukakan Ketua Forum Walinagari se-Padang Pariaman, H
Zulhendrayani, perda yang ditetapkan Gubernur bersama DPRD Sumbar – 5 April
2018 – itu berbeda 180 derajat dengan perda yang ada saat ini sebagai dasar
pelaksanaan pemerintahan nagari. “Perda 7/2018 secara keseluruhan mengatur
tentang nagari adat,” ujarnya.
Didampingi Walinagari Tandikek Selatan Maryono dan Walinagari Lubuak Aluang
Hilman H, lebih jauh Zulhendrayani mengungkapkan, tidak hanya unsur
pemerintahan yang berubah total dalam perda tersebut tetapi juga sistem
pemilihan yang mundur jauh ke belakang.
“Pasal 12 ayat (1) menyebutkan: Kapalo Nagari dipilih atau diangkat oleh
Kerapatan Adat Nagari berdasarkan musyawarah mufakat,” kata Walinagari Koto
Baru, Kecamatan Padang Sago, itu.
Ketua Bamus Nagari III Koto Aur Malintang, Edi Yasmahadi
Penolakan senada juga diungkapkan oleh Ketua Bamus Nagari Batu Kalang –
Padang Sago Drs H Amiruddin Tk Majolelo MA dan Ketua Bamus Nagari III Koto Aur
Malintang Edi Yasmahadi secara terpisah. Menurut mereka, Perda Sumbar 7/2018
itu berpotensi mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang sudah tertata
dengan baik.
Anggota
Komisi I (membidangi Pemerintahan, Hukum Politik dan Pendidikan) DPRD Kabupaten
Padang Pariaman Dewiwarman SH MH yang dihubungi wartawan, Jumat (9/11/2018),
juga menyatakan hal yang sama.
“Kita di
Padang Pariaman tidak ikut Perda Sumbar Nomor 7 Tahun 2018. Kita tetap seperti
nagari yang ada saat ini, di mana walinagari-nya dipilih rakyat. Kami di Komisi
I sudah membahasnya dan sudah disahkan DPRD. Hanya nunggu evaluasi oleh
Gubernur,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Hal itu
dibenarkan oleh Kepala Bagian Hukum Setdakab Padang Pariaman Rifki Monrizal NP
SH MSi. “Perda tentang Pemerintahan Nagari itu disetujui DPRD Padang Pariaman 2
minggu lalu. Saat ini kami sedang menunggu klarifikasi Gubernur Sumbar,”
katanya.
Meski demikian, sejumlah ninik-mamak atau pemuka adat justru menyatakan, Perda
Sumbar 7/2018 merupakan jawaban untuk membangkit batang terendam guna
mengembalikan peradaban Minangkabau yang berdasarkan adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.
Seperti diungkapkan Wakil Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sikucue,
Kecamatan V Koto Kampung Dalam – Badaruddin Dt Majolelo SE, perda tersebut
mengembalikan sistem kepemimpinan di Ranah Minang dengan sistem Tali Tigo Sapilin atau Tungku Tigo
Sajarangan.
“Dalam hal ini, kamanakan barajo ka
mamak, mamak barajo ka panghulu, panghulu barajo ka mufakat, mufakat barajo ka
nan bana, nan bana badiri sandirinyo,” papar pensiunan Bank BNI tahun 2017
itu.
Dari kiri: Drs H Syafrizal MM, Pamong Senior Dr H Rusdi Lubis MSi dan Akademisi Dr Yulizal Yunus
Sosialisasi Perda 7/2018 itu menghadirkan tiga narasumber: Kepala Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sumbar Drs H Syafrizal MM, Pamong
Senior Dr H Rusdi Lubis MSi dan Akademisi Dr Yulizal Yunus. (ZT)