Catatan Zakirman Tanjung
Tahun
1990-an merupakan dasawarsa yang penuh warna dalam catatan karier
jurnalistik-ku. Terancam pembunuhan, dapat penghargaan hingga berkali-kali
memperoleh berkah atas peluang yang ditolak para wartawan senior.
Kali ini aku
ingin menceritakan pengalaman mengecewakan yang ternyata berakhir menyenangkan.
Itulah sebabnya mengapa catatan ini kuberi judul: Tiada Malang yang Semujur Ini.
Senin 22
Februari 1999 pagi itu, seperti biasanya, aku berangkat dari rumah menuju
kantor bupati. Seperti biasanya juga, unit kerja pertama yang kutuju adalah
ruang Bagian Humas (Hubungan Masyarakat). Namun, pintu ruangan itu tertutup dan
terkunci. Aku jadi bertanya-tanya, ke mana mereka?
Dari staf
bagian lain aku pun memperoleh informasi, Bagian Humas pergi mengikuti
kunjungan kerja bupati ke Kepulauan Mentawai dengan mengajak serta sejumlah
wartawan. Hmmm... berarti mereka sengaja tidak mengajakku! Padahal, hari Sabtu
sebelumnya aku masih ke Bagian Humas.
Kecewa
memang, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Kususul pun mereka ke Pelabuhan
Nusantara - Bungus tak ada gunanya. Toh, aku tidak diajak. Lagipula, kapal yang
mereka tumpangi tentu sudah berangkat. Ah, biarlah! Mungkin ada hal lain yang
direncanakan Allah Yang Maha Mengatur untukku.
Siangnya,
aku berangkat ke redaksi surat kabar mingguan tempatku bergabung di Kota
Padang. Seperti biasa, tujuanku ke redaksi untuk menyerahkan beberapa naskah berita
yang sudah kutulis di rumah berikut foto pendukung. Selain itu, juga menulis
naskah berita yang kuperoleh hari itu.
Menjelang
sore, pemimpin redaksi memanggilku ke ruangannya.
Ternyata
dalam ruangan itu sudah ada dua orang tamu yang kemudian kuketahui adalah Staf
PT Minas Pagai Lumber Coorporation (MPLC). Staf itu menyampaikan surat
permintaan wartawan guna mendampingi Direktris PT MPLC Selviana Sofjan Husein
yang akan berkunjung ke Kepulauan Mentawai, tepatnya ke Pulau Pagai Selatan,
Rabu s/d Jumat 24 s/d 26 Februari 1999. Pemimpin redaksi menugaskanku mengikuti
kunjungan itu.
Tak lama
setelah Staf PT MPLC meninggalkan redaksi, datang tamu berikutnya, yakni
Sekretaris DPRD Kota Solok. Sekwan yang tak kuingat lagi namanya itu juga
meminta wartawan untuk mendampingi kunjungan kerja (kunker) dewan ke luar
provinsi, Senin s/d Rabu 1 s/d 3 Maret 1999 depan. Lantaran tidak ada wartawan
lain yang stand by di redaksi sore itu, lagi-lagi pemimpin redaksi menugaskanku
untuk mengikuti kunjungan itu.
Tak selesai
sampai di situ, menjelang maghrib datang lagi tamu ketiga yang juga meminta
wartawan. Tamu ketiga adalah Humas Depot Logistik (Dolog) Sumbar. Ia meminta
wartawan untuk mendampingi Kepala Dolog Drs Muslim Kasim Ak (Wakil Gubernur
Sumbar 2010 - 2015) melakukan kunjungan kerja ke Lubuk Sikaping, Kabupaten
Pasaman, Selasa besok. Namun, karena jarak tempuh cukup jauh, mencapai 200 km,
rombongan berangkat malam itu juga dan dijadwalkan menginap di sebuah hotel di
Kota Bukittinggi.
Karena tak
punya pilihan lain, otomatis penugasan itu tertuju lagi kepadaku. Kepada Humas
Dolog kukatakan, aku akan menunggunya di Puncak Kiambang karena aku harus
pulang dulu ke rumah (kampungku berada di kawasan Jalan Raya Padang -
Bukittinggi km 44) untuk ganti pakaian.
Dalam perjalanan
pulang ke rumah aku tercenung di atas bus: Tuhan benar-benar Mahakuasa. Dia
punya rencana yang tidak diketahui hamba-hambaNya. Mungkin karena aku bersabar
ketika mengetahui ditinggalkan Bagian Humas Kantor Bupati, hari itu juga Tuhan
menggantinya dengan tiga penugasan berturut-turut. Mahabenar-lah FirmanNya
dalam Al-Qur'an surah ke-2 Al-Baqarah ayat 153 .... Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.
Sesampai di
rumah, aku segera berganti pakaian dan memasukkan satu stel pakaian pengganti
ke dalam tas sandang, lalu berangkat menuju Puncak Kiambang. Sekitar jam 21.30
mobil Humas Dolog menyinggahiku dan kami berangkat menuju Kota Bukittinggi.
Keesokan paginya kami bergabung dan konvoi dengan mobil Kepala Dolog menuju
Lubuk Sikaping.
Usai acara
di Kantor Bupati Pasaman, Selasa siang, Kepala Dolog tidak langsung kembali ke
Kota Padang tetapi justru mengarah ke Pasaman Barat via Talu lantaran ada pula
yang hendak dia tinjau ke kawasan itu. Otomatis Humas terpaksa mengikuti. Aku
mulai bertanya-tanya dalam hati, jam berapalah nanti akan sampai di rumah?
Padahal besok pagi aku harus berangkat ke Mentawai mendampingi Direktris PT
MPLC Selviana Sofjan Husein.
Di Pasaman
Barat, Kepala Dolog memanggilku agar mendekat ke mobilnya. Ternyata dia
memberiku uang Rp200 ribu. Ahaa... aku terkesima. Kalau sekiranya aku diajak
Humas Kantor Bupati, untuk tiga hari perjalanan paling mendapat uang saku Rp150
ribu. Untuk satu penugasan saja aku sudah untung Rp50 ribu.
Ternyata
memang aku baru sampai kembali di rumah sudah menjelang tengah malam. Kelelahan
menyebabkanku tertidur pulas. Rabu pagi, aku buru-buru berangkat ke Kota Padang
tanpa sempat mandi dan sarapan. Dari Terminal Bus Lintas Andalas aku naik taksi
ke Kantor PT MPLC. Namun, menurut seorang staf, rombongan sudah setengah jam
lalu berangkat ke Pelabuhan Muara. Yaa, aku ketinggalan!
Tak menyerah
begitu saja, aku kembali menyetop taksi dan menyuruh sopir ngebut menuju
Pelabuhan Muara. Alhamdulillah... meski ketika aku menapaki dermaga,
anak buah kapal (ABK) Kuda Laut sudah membuka tali pengikat kapal, aku masih
bisa melompat masuk kapal meski tak sempat membeli air minum dan roti untuk
pengganjal perut.
Di atas
kapal cukup lama aku bengong sendiri lantaran tidak seorang pun yang kukenal.
Tapi, tak masalah, yang penting aku ikut, terlebih seorang Staf MPLC
mempersilahkanku duduk setelah kepadanya kuperlihatkan undangan mengikuti
kegiatan itu yang sudah di-disposisi pemimpin redaksi.
Kemudian,
baru aku berkenalan dengan tiga wartawan lain yang juga ikut. Mereka adalah
wartawan Harian Semangat Erion Saad, Wartawan LKBN Antara Riza Mulyadi dan
Wartawan TVRI Stasiun Padang Agung Nugroho Widi.
Setelah
empat jam membelah laut, kami sampai di Base Camp PT MPLC, Pulau Pagai Selatan.
Rasa lapar menyebabkan kami melahap suguhan ikan bakar tanpa menunggu nasi
masak. Kami dapat kamar penginapan cukup layak plus fasilitas penunjang
akomodasi.
Kamis pagi,
kami menelusuri pedalaman Pagai Selatan mengikuti misi sosial Direktris PT
MPLC. Antara lain mengunjungi dua unit sekolah dasar dan dua unit gereja. Jika
lokasi yang hendak dituju tak bisa dimasuki Kapal Kuda Laut, perjalanan
diteruskan dengan menaiki beberapa sampan nelayan, selanjutnya berjalan kaki.
Menjelang
senja barulah kami kembali ke base camp. Kelelahan lagi-lagi menyebabkan kami
disergap kantuk.
Jumat pagi
kami kembali ke Kota Padang. Namun, sebelumnya Staf Humas PT MPLC memberi kami
uang saku, masing-masing Rp400 ribu. Satu jam menjelang berlabuh, aku teringat
kalau hari itu merupakan pelantikan Kapolda Sumbar. Dan, kulihat Bu Direktris
sedang duduk santai. Dia kudekati dan kepadanya kutawarkan pemuatan iklan
ucapan selamat atas pelantikan kapolda untuk surat kabar tempatku bergabung dan
Surat Kabar Semangat. Bu Selvyana mempersilahkanku mengajukan penawaran tertulis.
Langsung
saja kutemui Erion Saad yang duduk di bagian belakang kapal dan kuminta dia
membuat penawaran. Karena tak ada kertas folio semisal HVS, kuminta Erion
menulis penawaran itu pada lembaran notes, baik untuk koranku maupun koran dia,
masing-masing dengan tawaran harga Rp1 juta. Selesai, aku pun kembali mendekati
Selvyana untuk meminta dia membubuhkan persetujuan.
Selvi sempat
berkilah, "Nantilah, kita makan dulu di restoran."
Oke, lembaran itu kusimpan kembali.
Segera selesai makan, kusodorkan kedua lembar penawaran itu. Selvi langsung
men-disposisi "Setuju". Aku kaget, karena dia tidak menawar dengan
harga lebih rendah.
Karuan saja,
timbul perintah dari otakku dan mulutku berkata, "Bu, harga yang satu juta
ini untuk perusahaan surat kabar,"
Selvi kembali
menarik kertas yang akan dia serahkan kepadaku lalu menulis kalimat tambahan:
Rp1 juta untuk redaksi + Rp500 ribu untuk wartawan.
Urusan
selesai. Dari perjalanan mengikuti PT MPLC aku mengantongi penghasilan bersih
Rp1,1 juta. Rinciannya Rp400 ribu dari Staf Humas, Rp500 ribu Direktris dan
Rp200 ribu merupakan fee iklan dari perusahaan.
Dua hari
kemudian, Minggu 28 Februari 1999 siang, aku berangkat menuju Kota Solok, lalu
mencari penginapan tak jauh dari Gedung DPRD. Sebab, tak mungkin bagiku
berangkat dari rumah Senin pagi. Sebab, jadwal keberangkatan kunker dewan Senin
pagi pula. Lagipula, sebelumnya aku belum pernah bertugas di Kota Solok,
otomatis aku tak mengenal dan tak dikenal oleh pejabat dan anggota DPRD kota
itu.
Sekitar jam
delapan pagi aku melapor ke Sekwan. Aku pun dia minta memilih, mau ikut tim ke
Kota Pekanbaru (Riau) atau ke Kota Jambi? Kupilih ke Jambi lantaran memang
belum pernah mengunjungi daerah itu. Sedangkan tim ke Pekanbaru diikuti
Wartawan Singgalang, Wannedi Saman. Bendarawan DPRD pun membayarkan uang saku
untukku Rp1 juta... sialnya dalam bentuk lembaran Rp1.000.
Sempat
kelabakan harus menyimpan di mana sepuluh ikat uang kertas -- tas sandangku
sudah padat berisi pakaian -- seorang staf DPRD menyarankanku untuk menukar
uang itu ke BRI Cabang yang berjarak sekitar 100 meter dari gedung dewan.
Perjalanan
menuju Kota Jambi tenyata sangat menyenangkan. Rombongan Tim II berangkat
dengan tiga unit mobil Toyota Kijang. Oleh Sekwan yang ikut ke Riau aku
ditumpangkan ke mobil BA 6 P yang merupakan mobil dinas Ketua Bappeda Drs
Aulizul Syuib. Praktis, aku baru mengenalnya setelah menaiki mobil itu. Begitu
juga dengan tiga anggota DPRD yang semobil denganku.
Lantaran aku
duduk persis di belakang sopir, praktis aku bisa bebas berbicara dengan Aulizul
yang kupanggil Pak Cun karena ia duduk di samping sopir. Ketiga anggota dewan,
seorang di sebelahku dan dua lagi di bangku belakang. Sepanjang perjalanan
menuju Kota Jambi sekitar 8 jam -- kami sering berhenti untuk makan dan mengopi
-- Pak Cun, sopir dan ketiga anggota dewan kubuat tak pernah berhenti tertawa,
apalagi sampai tertidur.
(Hingga kembali lagi ke Solok, Rabu sore,
uang saku yang diberikan Bendaharawan DPRD kepadaku tersimpan utuh. Malah
bertambah hingga menjadi Rp2,5 juta. Penyebabnya, ilmu akalku juga, ilmu yang
dianugerahkan Tuhan).
Baru saja
sampai di Hotel Adipura - Kota Jambi, kulihat beberapa anggota DPRD
berbisik-bisik sembari melirik kepadaku. Setelah kutelusuri, rupanya mereka
kuatir dengan keikutsertaanku. Selain belum mereka kenal seperti wartawan lain
yang bertugas di Kota Solok, surat kabar tempatku bergabung sangat kritis dalam
menyajikan pemberitaan
Guna
mengendorkan suasana, aku berinisiatif menemui kesepuluh anggota dewan dan
berkata kepada mereka, bahwa kehadiranku hanya sebatas untuk meliput kegiatan
kunker dan hal itu pula yang akan kutulis dan kulaporkan nanti. "Jangan
kuatir, saya tidak akan mengamati urusan atau kegiatan pribadi Bapak-bapak dan
Ibu anggota dewan yang terhormat, apalagi akan menulisnya dan melaporkan jadi
berita."
Karuan saja,
kemudian satu persatu anggota dewan itu menemuiku dan memberi uang tip dengan
kilah untuk tambahan permbeli film. Waktu itu aku masih menggunakan kamera atau
tustel biasa dan belum mengenal kamera digital. Sedangkan biaya makan-minum dan
rokokku mulai berangkat hingga kembali ke Kota Solok ditanggung oleh Ketua
Bappeda. Bahkan, malam pertama di Kota Jambi aku dijemput ke hotel dan dijamu
oleh Mursyid YM Songsang, koresponden RCTI di kota itu.
Ibarat
pohon, bersabar itu memang pahit, tetapi buahnya sangat manis
***
Baca juga Kisah hidup Zakirman Tanjung semenjak lahir > Life Story: Menerawang ke Masa Lalu
***
Baca juga Kisah hidup Zakirman Tanjung semenjak lahir > Life Story: Menerawang ke Masa Lalu
So inspiring da zas..
BalasHapusAlhamdulillah....
BalasHapus