Catatan
Zakirman Tanjung
HARI Sabtu (9/6/2018) siang saya bertemu Ketua Tim
Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Dra Hj Rena Sovia yang
merupakan isteri Drs H Ali
Mukhni, bupati Padang Pariaman. Seperti biasa, Bu Rena menyapa
dengan ramah. Kami berbincang di dapur rumah dinas bupati.
Sembari
tangannya terus bekerja menyiapkan bahan masakan untuk hidangan berbuka dan
sahur, Bu Rena bercerita tentang banyak hal, terutama tentang peran perempuan
dalam keluarga, baik sebagai isteri maupun ibu. Meskipun sudah 13 tahun
mendampingi Pak Ali Mukhni memimpin Kabupaten Padang Pariaman, sikap Bu Rena
terkesan tidak berubah. Selaku isteri dan ibu, ia tetap mengerjakan tugas-tugas
rumahtangga, termasuk urusan memasak dan mencuci di dapur.
Di antara
tema pembicaraan kami adalah pelaksanaan kegiatan I’tikaf Ramadhan yang digagas
Bupati Ali Mukhni dan dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang
Pariaman bertempat di Masjid Agung Syekh Burhanuddin – Ulakan. Pada tahun-tahun
awal, i’tikaf sepertinya masih berupa aktivitas pribadi Pak Ali Mukhni yang
diikuti beberapa pejabat pemkab dan masyarakat sekitar masjid.
Tahun 1439
Hijriyah ini, I’tikaf Ramadhan tampak sudah dikelola dengan lebih baik dengan
melibatkan Bagian Kesejaheraan Rakyat (Kesra) dan Bagian Umum Sekretariat
Daerah Kabupaten (Setdakab) Padang Pariaman. Bagian Kesra misalnya menerbitkan
Buku Panduan I’tikaf Ramadhan 2018 (1439), sedangkan Bagian Umum menyiapkan
menu makanan sahur untuk peserta i’tikaf.
Di tengah
perbincangan, Bu Rena bertanya, “Bagaimana pelaksanaan i’tikaf itu menurut
pendapat Pak Zast?”
Saya
terdiam, tak menjawab. Sebab, saya memang belum pernah mengikuti kegiatan
i’tikaf Ramadhan yang dilaksanakan Pemkab Padang Pariaman walaupun ingin ikut.
Masalahnya, saya bermukim di Kota Padang, jarak dari rumah ke Masjid Agung
Syekh Burhanuddin – Ulakan sekitar 35 km, sedangkan saya tak bisa berkendara.
Bu Rena
melanjutkan ucapannya, “Pak Bupati mengajak ke syurga, tetapi banyak pejabat
Pemkab Padang Pariaman yang tidak suka. Buktinya, banyak di antara mereka yang
tidak hadir.”
Saya
mengernyitkan dahi. Kami pun melanjutkan perbincangan seputar i’tikaf dimaksud.
ALHAMDULILLAH... Sabtu (9/6/2018) malam
seorang pejabat eselon III Pemkab Padang Pariaman – Rudi Rahmad SE MM,
sekretaris Dinas Pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana – menelepon dan
mengajak saya pergi ke Masjid Agung Syekh Burhanuddin untuk mengikuti i’tikaf.
“Bung Zast tunggu saja di rumah, nanti saya singgahi,” katanya.
Benar
saja, sekitar pukul 22.30 WIB Rudi kembali menelepon dan mengatakan sudah
berada di depan rumah. Saya keluar, naik mobil dan berangkat menuju Ulakan.
Sampai di
Masjid Agung Syekh Burhanuddin pukul 00.55 WIB Minggu (10/6/2018), saya lihat
sudah banyak jamaah yang melaksanakan aktivitas i’tikaf. Ada yang membaca
Al-Qur’an, ada yang shalat atau dzikir. Mereka asyik sendiri-sendiri, tak ada
yang nge-rumpi.
Saya
langsung menuju tempat berwudhu’, masuk masjid dan menunaikan Shalat
Thahiyyatul Masjid dan ibadah nafsiyah lainnya. Selanjutnya, saya mengambil
Kitab Suci Al-Qur’an dan membuka lembarannya. Tak lama kemudian, seorang panitia
– Syahrial alias Kenon – mendatangi saya, menawarkan pilihan juzz dan surah yang
hendak saya baca sebagai kegiatan tadarus one man one juzz.
Tepat
pukul 03.00 WIB, sesuai jadwal yang disusun panitia, kegiatan berupa Kajian
Thaharah yang disampaikan Ustadz Afrinaldi
Yunas MA selama satu jam. Selanjutnya, pukul 04.00 WIB makan
sahur bersama dengan hidangan yang sudah disiapkan Bagian Umum. Masuk waktu
fajar, kami menunaikan rangkaian shalat subuh berjamaah. Setelah itu pulang ke
rumah masing-masing.
SINYALEMEN Bu Rena sepertinya benar. Saya
melihat tak banyak pejabat Pemkab Padang Pariaman, terutama yang sedang
memegang jabatan eselon II seperti Sekdakab / Staf Ahli / Asisten dan Kepala
Dinas / Badan yang mengikuti i’tikaf tersebut. Padahal, untuk menuju Masjid
Agung Syekh Burhanuddin dari rumah masing-masing, mereka punya fasilitas mobil
dan sopir dinas, mobil keluaran terbaru, umumnya dengan merek Innova.
Pejabat sebagai jamaah
i’tikaf yang saya lihat Sabtu malam itu antara lain Bupati Ali Mukhni, Wakil
Bupati Suhatri Bur, Asisten III (Astri) Setdakab Yet Fakhriati, Kepala Badan
Perencanaan,Penelitian dan Pengembangan Daerah Ir H Ali Amran MP, Kepala Dinas
Kearsipan dan Perpustakaan Hendri Satria AP MSi, Kepala Dinas Perikanan Drs
Zainil, Kepala Dinas Perhubungan Taslim SH MM, Kepala Dinas Kominfo dan
Informatika Zahirman S Sos MM, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Muswendry Evytes serta Kepala Dinas Kesehatan dr H Aspinuddin.
Sementara,
pejabat eselon III yang saya lihat di antaranya Kepala Bagian (Kabag) Keuangan
Drs Armeyn Rangkuti MSi, Kabag Kesra Irsyaf Bujang Dt Tunaro lengkap dengan
sejumlah stafnya seperti Dion dan Romer yang aktif melayani jamaah, Kabag Umum
Eli Marni S Sos MM, Kabag Pemerintahan Umum Rudy Repenaldi Rilis, Kepala Bidang
Produksi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Zulkhailisman SPt MSi serta
aparatur sipil negara (ASN) yang tidak memegang jabatan cukup banyak yang hadir
dan mengikuti i'tikaf dengan tekun. Begitupun masyarakat sekitar dan sejumlah
anak-anak.
Saya pun
dapat memahami kekecewaan Bupati Ali Mukhni –
sebagaimana diungkapkan Bu Rena. Bagaimana mungkin Pak Bupati tetap memberikan
amanah jabatan kepada mereka, sementara untuk memenuhi ajakan menempuh jalan
menuju syurga saja mereka terkesan enggan?
Selasa (12/6/2018)
dinihari mulai pukul 00.37 WIB saya kembali berkesempatan hadir di Masjid Agung
Syekh Burhanuddin – Ulakan. Seperti Minggu dinihari, saya pun melaksanakan ibadah
nafsiyah serta lanjut bertadarus. Selain nama-nama yang saya tuliskan di atas,
dinihari tadi saya melihat kehadiran Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak drg H Arman Adek SH MM, Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Rianto SH MM serta Sekretaris Kecamatan Sungai
Limau Anton Wira Tanjung.
KETIKA catatan di atas saya posting ke media sosial, ada teman yang mengomentari
kalau-kalau kegiatan i’tikaf yang difasilitasi oleh Pemkab Padang Pariaman itu
bermuatan misi tertentu seperti ada unsur politik. Namun, sejauh pengamatan
saya, kekuatiran itu tidak terlihat sama sekali.
Semua jamaah,
termasuk bupati dan wakil bupati, tampak sibuk dan asyik dengan kegiatan
ubudiyah kepada Allah Yang Mahaagung.
Sebagaimana jadwal yang
tertera dalam buku panduan dan saya lihat sendiri, kegiatan i’tikaf dimulai
pukul 00.00 s/d 03.00 WIB berupa Shalat Thahiyyatul Masjid, tadarus dan ibadah nafsiyah.
Pukul 03.00 s/d 04.00 Kajian Tauhid
Uluhiyah yang disampaikan seorang mubaligh. Pukul 04.00 s/d imsak sahur berkah
bersama dan dilanjutkan dengan rangkaian shalat subuh berjamaah, kemudian
pulang ke rumah-masing.
Selama dua malam
mengikuti i’tikaf – Alhamdulillah...
saya mampu menahan kantuk dan tak pernah terlelap sepicing pun. Dalam hal ini
saya memang sering memperbarui wudhu’, bisa sampai empat kali dalam rentang
waktu 4,5 jam – saya tidak melihat ada sesi pengarahan atau sambutan bupati /
wakil bupati.
Dengan kata lain,
kegiatan I’tikaf Ramadhan selama 5 hari (23 s/d 27 Ramadhan 1439 / 8 s/d 12
Juni 2018) yang difasilitasi Pemkab Padang Pariaman di Masjid Agung Syekh
Burhanuddin – Ulakan benar-benar murni kegiatan beribadah kepada Allah Subhannahu
Wa Ta’ala. (***)