Catatan Yudelnilastia MA *)
INI adalah kisah nyata yang merupakan perjalanan
hidup seorang Tokoh Perempuan Piaman yang sangat menarik untuk dituliskan
dengan tinta emas sejarah. Rasyidah, begitu nama yang diberikan kedua
orangtuanya sesaat setelah dilahirkan ke dunia fana, 6 September 1971. Umi,
demikian kami menyapanya, dibesarkan dalam keluarga yang super disiplin oleh Si
Nenek. Dalam beribadah, belajar dan bekerja, Umi memperoleh didikan bagaikan
latihan militer. Bisa dibayangkan seperti apa?
Di saat
teman-temannya bisa bermain sesuka hati,
pergi ke manapun dengan siapapun sesuka hati, Si Umi kecil justru dikungkung
nenek di dalam rumah. Bahkan Si Umi kecil pernah pergi diam-diam lewat jendela
karena ingin melihat acara pesta dan acara hiburan di siang hari, kemudian
segera balik pulang lewat jendela dan pura-pura tidur ketika nenek melihat ke
kamar.
Ya,
begitulah Si Umi kecil yang memiliki rasa ingin tahu yang besar namun tetap
menjalankan aturan nenek dengan baik walaupun sekali-kali nenek kecolongan
juga. J
Di usia
lima tahun Si Umi kecil sudah lancar membaca Al-Qur’an, sudah pandai pula membaca
dan menulis huruf latin. Tidak itu saja, Si Umi kecil juga piawai dalam
berjualan. Mencari uang jajan dengan hasil jualan. Ketika teman sebayanya
meminta uang kepada orangtua, Si Umi kecil justru berjuang mengumpulkan uang
jajan sendiri.
Hari pun
berganti, Si Umi kecil sekarang sudah menginjak pendidikan di bangku Madrasah
Ibtidaiyah Swasta. Walaupun sering ditinggal mama karena papanya bekerja di Pekanbaru,
hal itu membuat Si Umi kecil tambah mandiri dalam asuhan nenek tercinta.
Nenek
adalah sosok yang selalu memberi motivasi, dan pembelajaran berharga buat Si Umi.
Terutama disiplin waktu shalat, baca Al-Qur’an, hafalan Al-Qur’an dan hafalan
hadis. Tanpa bosan, nenek selalu menempa diri si Umi menjadi perempuan yang shalehah,
berani dan cekatan. Berkat latihan dan tempaan dari nenek Si Umi kecil sudah
terbiasa menggiling cabai berkilo-kilo dengan gilingan batu tangan, bahkan
dalam waktu satu jam Si Umi terlatih untuk memasak 6 jenis masakan. Masyaa
Allah... kereeen ...!
Setelah
Madrasah Ibtidaiyah, Si Umi melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsnawiyah (juga
swasta, MTsS) di Pariaman. Si Umi selalu
berjualan untuk mencari uang jajan, walaupun begitu ia selalu menjadi
juara kelas. Baginya antara pekerjaan dan pendidikan harus dikerjakan dengan
semangat.
Selesai
MTsS, Si Umi ingin melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Lubuk Alung
karena ingin terus berkerudung (berjilbab). Akan tetapi Allah berkehendak lain,
Si Umi hanya diizinkan Allah masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Umum. Meski
demikian, Si Umi tetap memberanikan diri untuk selalu berkerudung walaupun dia
satu-satunya siswi yang pakai kerudung waktu itu. Prinsip Si Umi waktu itu, kehebatan
dan kecerdasan seorang wanita adalah ketika ia mampu menjaga kemuliaannya dengan
tetap berpegang teguh pada perintah Rabb-nya.
Perjalanan
melanjutkan sekolah mendorong Si Umi terus berusaha menjalankan aktivitas sebaik
mungkin, bahkan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi yang positif di
sekolah. Aktif di Kelompok Rohani Islam (Rohis) merupakan cara Si Umi untuk
terus menggali potensi diri. Meskipun demikian, juara kelas pun tetap dia raih.
Masa
SMA, Si Umi mulai tinggal jauh dari keluarga dengan nge-kos dekat sekolah. Nge-kos
dengan dana seadanya dijalankan dengan tetap berjualan kue-kue dan sebagainya. Organisasi
oke, prestasi yes. Hal itulah yang membuat Si Umi selalu semangat menyelesaikan
masa berseragam putih – abu-abunya.
Lulus
SMA, Si Umi ingin melanjutkan pendidikan ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Imam Bonjol – Padang Jurusan Bahasa Arab. Namun sayang, lagi-lagi Allah Yang
Mahakuasa belum izinkan hal yang sangat diinginkan Si Umi. Ditambah lagi kala
itu papa jatuh sakit dan akhirnya Allahpun memanggil beliau.
Memang
tidak mudah bagi Si Umi menghadapi ujian yang begitu berat di kala usianya yang
masih muda masa itu. Namun, Alhamdulillah...
si Umi yakin akan satu hal, bahwa Allah tak akan menguji hambaNya di luar
kemampuannya. Selain itu, Si Umi juga sangat yakin, apa yang sangat diinginkan
belum tentu hal itu yang terbaik bagi dirinya. Sebaliknya, apa yang tak dia
inginkan justru itu akan menjadi apa yang dia butuhkan kala itu. Hal itulah
yang membuat si Umi terus semangat dan tetap menatap ke depan.
Selang
beberapa waktu, Si Umi kembali bertekad untuk melanjutkan kuliah dan berjuang
keras mencari biaya sendiri. Memang Allah Yang Mahakaya selalu memberikan jalan
bagi hambaNya yang yakin akan pertolonganNya. Si Umi tinggal di rumah kos di
mana ibu kosnya sangat baik. Beliau sering memberi si Umi sambal, sehingga bisa
mengurangi pengeluaran. Tidak itu saja, si Umi juga dipinjamkan mesin jahit. Dengan
modal sedikit kepandaian, si Umi menerima upah menjahitkan pakaian
teman-temannya.
Di saat
teman-teman semasa kuliah setiap bulannya menerima kiriman dari orangtua, si Umi
harus banting-tulang untuk bisa membayar uang kuliah. Seringkali si Umi hampir
berhenti kuliah karena tidak sanggup membayar SPP (sumbangan pelaksanaan
pendidikan? – red). Namun, sekali lagi, pertolongan Allah selalu dekat. Si Umi
yakin dan percaya Allah Mahakaya.
Untuk
biaya kuliah ini pasti mudah bagi Allah untuk menyelesaikannya. Maka Si Umi terus
berdoa kepada Sang Maha Pemilik langit dan bumi dan segala isinya. Akhirnya, si
Umi berhasil menyelesaikan kuliah S1-nya dan termasuk lima wisudawan terbaik
kala itu.. Masyaa Allah, Segala puji bagi Allah! Airmata haru selalu mengiringi bibir yang
bergetar tanpa henti memuji segala keagunganNya.
Selesai
wisuda bukanlah akhir segalanya, tetapi ini adalah awal untuk memulai
perjuangan selanjutnya, S2 alias program magister.
Si Umi
pun diberikan Allah kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program
Pascasarjana pada Universitas Negeri Padang (UNP). Masa-masa pascasarjana juga merupakan
masa-masa perjuangan yang sangat penting. Ya, masalah jodoh! Si Umi yang
merupakan anak perempuan satu-satunya dalam keluarga terus ditanya tentang
perihal jodoh.
Namun,
Si Awak yakin, bahwa jodoh untuknya telah Allah persiapkan. Tugasnya adalah
mempersiapkan diri untuk jodoh terbaik yang Allah pilihkan. Baginya, janji
Allah itu pasti. Jodohnya adalah cerminan dirinya, karena perempuan-perempuan
baik hanya untuk laki-laki yang baik pula dan sebaliknya. Yang pasti, Si Umi
yakin, yang akan dipilihkan Tuhan menjadi imam untuk dirinya adalah laki-laki yang
taat pada Rabb dan RasulNya, berakhlak mulia dan semangat kepada kebaikan.
Segala
puji bagi Allah! Walaupun belum juga menyelesaikan S2 tepat waktu, Allah telah
mengirimkan sosok imam yang didambakan. Akhirnya dalam kurun 4 tahun, Si Umi
berhasil menyelesaikan S2 di sela-sela kesibukan sebagai ibu rumahtangga.
Lain
kisah masa berjuang sendiri, lain pula kisah masa perjuangan berdua. Allah Subhannahu Wa Ta’ala kembali
menguji dengan ujian yang luar biasa. Kala itu, Si Umi ikut suami tinggal di
luar provinsi Sumatera Barat. Di sana ada peristiwa penting yang – walaupun
berat ujiannya, namun sangat indah untuk dikenang. Yakni masa-masa sulit ketika
suami dipenjara selama 4 bulan karena tuduhan provokator masyarakat untuk
merobohkan kedai renteinir yang terdapat di depan mushala.
Di sanalah
kesetiaan dan cinta Si Umi diuji. Memang Allah Mahaadil dan memperlihatkan
kebenaran, akhirnya suami bisa terbebas dari tuduhan. Ujian yang dijalani
karena Allah memang benar beda rasanya, apalagi ditambah dengan seorang imam
yang luar-biasa sehingga menjadikan Si Umi selalu tegar dan tabah dalam
menjalaninya.
Waktu
pun berlalu. Setelah lama di rantau orang, seakan terasa kalau kampung halaman
juga telah memanggil-manggil. Rindu akan orang-orang yang dicinta. Rindu akan
membangun kampuang sendiri.
Lagi-lagi
Allah mengabulkan cita-cita mulia ini, membangun nagari. Akhirnya Si Umi dan
suami bisa pindah kembali ke kampung halaman.
Sesampai
di kampung, dia mulai merintis Taman Kanak-kanak, dan menjadi dosen di berbagai
perguruan tinggi swasta dan negeri yang ada di Sumatera Barat untuk kembali
berkiprah di dunia pendidikan.
Allah kembali
membukakan jalan bagi hambaNya yang selalu semangat kepada kebaikan, Si Umi diberikan
Allah kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3, Program Doktor. Dalam
proses perjuangan menyelesaikan S3, Allah menitipkan amanah besar kepada pundak
Si Umi, terpilih sebagai Pembantu Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Syekh
Burhanuddin (STIT SB) Pariaman. Konsekuensinya, Si Umi dengan kesadaran sendiri
mengorbankan kuliah S3 sementara karena fokus pada amanah besar di depan mata.
Sesungguhnya
apapun yang kita miliki hari ini adalah milik Allah, bahkan diri kita sendiri
juga termasuk milik Nya, maka Allah-lah yang berkuasa penuh untuk semuanya.
Hanya selang beberapa tahun saja, kembali Allah menitipkan amanah yang jauh
lebih besar untuk dipikul Si Umi. Beliau diamanahi menjadi Pengganti Sementara
(PgS) Ketua STIT SB yang ditinggalkan Irdas Raja MAg PhD yang wafat pada Kamis
senja 21 Januari 2016. Apakah pundak yang serasa lemah ini bisa mampu
memikulnya?
Berkali-kali
Si Umi meyakinkan diri bahwa Allah-lah yang menguatkan. Dengan satu tekad,
Allah ghoyatuna, Allah tujuan kita.
Maka dengan gemetar dan tertatih Si Umi melanjutkan perjuangan Almarhum Irdas Raja,
ketua STIT SB sebelumnya. Perjuangan yang baru pun langsung dia mulai. Beberapa
bulan kemudian, Rapat Senat STIT SB dan pihak Yayasan sepakat mengukuhkan Umi
Rasyidah MPd sebagai Ketua (definitif) STIT SB Pariaman.
Tak
berhenti hingga di situ, pada hari Minggu 8 Oktober 2017, Umi Rasyidah
menyatakan pengunduran dirinya dari jabatan sebagai Ketua STIT SB. Di antara
alasan yang beliau kemukakan, ingin fokus menyelesaikan tahap akhir Program S3
pada UNP.
Namun, lagi-lagi, Allah Yang Maha Menentukan
berkehendak lain. Pada saat sedang menyelesaikan program doktor-nya, Umi
Rasyidah wafat. Beliau menghembuskan napas terakhir di rumah sakit, Senin 23
April 2018 sekitar pukul 04.00 pagi. Umi meninggalkan suami tercinta, Supriadi Aziz, dan seorang putra terkasih yang
masih menimba ilmu di satu pesantren di Kota Payakumbuh.
Padahal, tutur sang suami, Umi sudah diagendakan ujian
doktoral bulan Mei depan. Seluruh persyaratan sudah terpenuhi. Bahkan,
rencananya hari ini akan menyerahkan 20 jurnal internasional dalam empat bahasa
kepada promotornya di Padang -- http://www.canangnews.com/2018/04/dr-k-rasyidah-mpd-wafat-stit-syekh.html.
***
Itulah true
story, kisah perjalanan lika-liku hidup yang penuh onak dan duri, di mana
pemeran utama dalam skenario Allah ini telah berusaha menjalankan peran dengan
sebaik-baik kemampuan yang dia miliki.
Umi
Rasyidah telah hadir bersama kami, mahasiswa- mahasiswi STIT SB Pariaman dengan
bakti luar-biasa yang tak ternilai.
Umi,
karena cintaNya pada umi-lah, Dia percayakan amanah langit di bahu Umi. Karena kasihNya
pada Umi-lah, Dia pilihkan jalan perjuangan ini untuk Umi. Dan, akhirnya,
karena kasihNya Umi-lah, Dia memanggil Umi kembali ke haribaanNya dalam usia
yang masih sangat belia, 47 tahun.
Walau tak
sedikit yang mencibir atau melemahkan Umi, tetapi selalu ada Allah Yang Mahamulia
menemani Umi.
Pernahkah
Umi menanyakan kenapa Dia memilih Umi? Maka jawabNya karena Dia mencintai Umi. Allah
menguji keikhlasan dalam kesendirian dan keramaian. Allah menguji kedewasaan
dengan masalah yang berdatangan. Allah melatih ketegaran dalam kesakitan.
Hati
yang siap memikul amanah adalah hati yang kuat, teguh dan tulus.
Tak
berharap apapun, tetapi sanggup memberi dengan segenap kemampuan, sebab hanya
dari Allah berharap balasan.
Mungkinkah
Umi merasa lelah? Itu pasti! Bahkan para sahabat RasulNya pun merasakan hal
itu, hingga mereka bertanya: “Ya Rasulullah, kapankah kita akan beristirahat
dari semua kelelahan ini?
Rasululullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Kelak ketika kaki-kaki kita telah bisa
menginjak syurga.”
Semoga
Umi Rasyidah MPd mendapat tempat terbaik di Sisi Allah Yang Mahamulia dalam
Syurga yang penuh kenikmatan, aamiiin....
*) Catatan redaksi: Yudelnilastia MA saat ini mengabdi sebagai dosen pada STIT SB setelah menamatkan Perguruan
Tinggi Agama Islam itu pada tahun 2015, kemudian melanjutkan Program Magister
Agama pada Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat dan wisuda pada tahun 2017