Catatan Adriwasti Masro SKM MKes *)
MASALAH kesehatan yang sedang
dihadapi bangsa Indonesia antara lain stunting,
suatu kondisi di mana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding
tinggi badan normal orang lain pada umumnya yang seusia. Penyebab yang terjadi
di masyarakat antara lain masih kurangnya akses kepada makanan bergizi. Hal ini
dikarenakan harga makanan bergizi masih tergolong cukup mahal.
Dampak
buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting
dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik dan gangguan metabolsme dalam tubuh. Sedangkan
dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah sakit. Selanjutnya berisiko tinggi munculnya penyakit diabetes,
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke serta
disabilitas pada usia tua.
Kesemua
itu akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas dan
daya saing bangsa. Dapat kita bayangkan apa jadinya negara kita, khususnya
Kabupaten Padang Pariaman – Provinsi Sumatera Barat, kalau generasinya
mengalami stanting? Tentu negara dan
daerah kita menjadi terbelakang karena dihuni oleh penduduk terbelakang
(bodoh).
Stanting dapat dicegah pada masa
kehamilan hingga usia anak 1.000 hari pertama kehidupannya (HPK). Setelah
terjadi tidak bisa diobati lagi. Ini berarti, mau tidak mau, supaya anak atau
generasi mendatang tidak mengalami stunting
mesti penuhi zat gizinya dari sekarang – pada masa kehamilan hingga 1.000 HPK.
Sesuai
sasaran Program Indonesia Sehat Berbasis Keluarga (PISBK), yakni meningkatnya
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, pencegahan atau antisipasi stunting tidak hanya mengandalkan
bantuan dari pemerintah, tetapi juga melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan
masyarakat adalah upaya untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas kebutuhan masyarakat tersebut.
Dengan demikian,
masalah sikap, pengetahuan dan keterampilan dapat dipicu dengan meningkatkan
perekonomian. Dalam hal ini, ketergantungan kepada pemerintah akan menyebabkan pemberdayaan
masyarakat menjadi sangat lemah dalam kemandirian mewujudkan pemenuhan
kebutuhan kesehatan mereka.
Oleh
karena itu perlu disadari, kondisi kesehatan anak bangsa sekarang merupakan
gambaran nasib bangsa ke depannya. Mengingat dampak dari yang ditimbulkan stunting, kita harus bergerak dari
sekatang. Kalau kita ingin jadi bangsa yang maju dan cerdas, tentu kita harus
memastikan kondisi balita kita, terutama pada saat hamil hingga 1.000 HPK,
kepastian mendapat gizi yang cukup.
Untuk
menyelesaikan hal ini kita – khususnya di Kabupaten Padang Pariaman –
sebetulnya memiliki aset budaya yang bisa kita kembangkan untuk menyelamatkan
generasi bangsa. Yaitu sistem badoncek dan badantam. Bukankah kita di Padang Pariaman
terkenal dengan sistem kekeluargaan dan kekerabatan anak dipangku, kamanakan dibimbiang?
Tidak
ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan kalau kita atasi bersama. Contohnya,
pada acara anak – kamanakan, bagaimanapun kondisnya, orangtuanya telah tiada
atau dengan kondisi miskin, tetapi tetap melaksanakan baralek gadang atau menyelenggarakan resepsi pernikahan. Namanya baralek gadang tentu dengan biaya yang
besar. Nah, biaya inilah yang dipikul secara bersama-sama oleh sanak familnya
dengan sistem badoncek dan badanatam.
Budaya badoncek dan badantam pada intinya
memiliki makna yang mendalam dalam filosofi adat Minangkabau. Hakikat hidup
adalah tidak sendiri, tetapi saling butuh uluran dan mengulurkan tangan guna
membantu sesama anggota masyarakat. “Barek
samo dipikua, jikok ringan samo dijinjiang”. Kesatuan dan persatuan
masyarakat Padang Pariaman “saciok nan
bak ayam, sadanciang nan bak basi” dapat dilihat dari kegiatan badoncek ini.
Dalam
kehidupan bermasyarakat manusia dituntut untuk saling kerja-sama antara satu dengan
yang lain. Sebab tiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam upaya
pemenuhan berbagai macam kebutuhan hidup. Kerjasama ini tentu saja bersifat
gotong-royong, tolong-menolong pada setiap kesempatan. Misalnya dalam resepsi
pernikahan, saat kemalangan seperti ada kaum kerabat yang meninggal dunia atau batagak kudo-kudo (mendirikan / membangun
rumah).
Budaya badoncek dan badantam ini pun merupakan
cara yang mungkin dipakai dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Sebab, prinsip
dan pelaksanaannya dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu
membudayakan sistem ini untuk kesehatan. Sebab, mengingat dampak hasil yang
ditimbulkannya dapat menjamin kondisi gizi bayi yang merupakan anak, kemanakan
atau cucu kita juga sebagai penentu nasib bangsa yang akan datang.
*) Kepala Bidang Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Padang Pariaman