Catatan
Baiq Nila Ulfaini S Sos MPA *)
Rumah Putiah,
merupakan satu bangunan peninggalan Kolonial Belanda di kawasan bersejarah yang terletak di Korong
Rumah Putiah, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2 x11 Kayu Tanam, Kabupaten
Padang Pariaman. Sisa bangunan dan peninggalan sejarah di kawasan ini memiliki potensi
untuk dijadikan objek wisata budaya
unggulan.
Potensi
tersebut sudah terlihat oleh Bupati Drs H Ali sejak awal penemuan lokasi ini
yang menugaskan Bidang Kebudayaan yang saat ini berada di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan instansi terkait untuk
pengembangan potensi tersebut sebagai
kawasan wisata budaya tanpa mengabaikan
perlindungan maupun pelestarian sejarah kawasan tersebut.
Potensi
kawasan tersebut bisa terlihat dari sisa-sisa peninggalan
bersejarah berupa artefak (seperti
fragmen benda keramik berbentuk vas bunga dan piring serta bata utuh yang
masing-masing memiliki cap/watermark di permukaan atas bata) serta temuan
non-artefaktual (puing bangunan) seperti Rumah Putiah (Tuan Semar), bekas
bangunan pengintai, bekas bangunan barak pekerja, sisa bangunan PLTA dan sisa
pabrik pengeringan kopi.[1]
Lantai dari puing Rumah Putiah
Peninggalan
bangunan kolonial ini sendiri dihubungkan dengan sejarah perkebunan kopi yang
pernah ada di lokasi ini. Menurut sejarah, pada awal abad ke-19, terjadi
eksploitasi sumber daya alam berupa perkebunan kopi di Nagari Kepala Hilalang,
dikarenakan kondisi tanah yang cocok untuk perkebunan dan jauh dari jalan raya atau berada di
hutan. Sistem tanam paksa kopi di Minangkabau waktu itu dikarenakan kopi menjadi
komoditi yang laris di pasar internasional dengan harga tinggi sehingga semua
biji kopi harus diserahkan ke gudang kopi.
Meski
tidak berlangsung lama, namun sejarah eksploitasi kopi di Minangkabau
menyisakan kualitas kopi yang baik
mutunya seperti "kopi daun" atau kawa daun.
Pecahan
keramik yang ditemukan di lokasi
Peninggalan
bersejarah di kawasan Korong 'Rumah Putiah' ini memberikan informasi yang
berharga bagi ilmu pengetahuan seperti:
-
Kondisi
alam yang sejuk di daerah ini ternyata cocok untuk pengembangan perkebunan kopi
yang baik kualitasnya (mutu ekspor).
-
Sisa-sisa
artefak maupun peninggalan bangunan bersejarah yang ada sangat penting artinya
bagi pembelajaran sejarah dan pola sistem berjalanya suatu pabrik kopi.
-
Sisa bangunan PLTA bisa menjadi objek penelitian bagi disiplin
ilmu yang lain seperti teknik mesin maupun elektro mengenai operasional dan
pengolahan kopi.
Yang
menjadi masalah saat ini adalah belum tersosialisasikannya dengan baik mengenai
pentingnya kawasan bersejarah ini kepada masyarakat sekitar, sehingga masih
kurang kepedulian dalam menjaga, menyimpan maupun melaporkan temuan bersejarah
dari lokasi tersebut. Akibatnya, banyak ditemukan benda-benda seperti piring
maupun vas bunga yang sudah dalam kondisi tidak utuh. Begitu pula bangunan yang
hampir 80 % sudah tidak utuh (hanya berupa puing reruntuhan).
Di samping
itu, pembangunan kepariwisataan juga terkadang berbenturan dalam hal
pengembangan kawasan.
Lokasi
pemandian saat masih dalam kondisi utuh
Oleh
karena itu, Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, melalui Bidang Kebudayaan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bertekad memenuhi amanat Undang-Undang No.11
tahun 2010 tentang Cagar Budaya untuk terus melestarikan objek peninggalan
bersejarah dan akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Balai
Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata,
pemuka masyarakat, para pelaku wisata setempat, masyarakat sekitar serta pihak
akademisi dan pemerhati budaya dalam usaha pengembangan pariwisata berbasis
budaya yang sesuai dan tidak merusak kawasan maupun objek peninggalan
bersejarah yang ada.
Di samping
itu, perhatian dari akademisi sekaligus tokoh masyarakat di Nagari Kepala Hilalang, Dr Hasanuddin SU
(dosen Ilmu Budaya Unand) patut dipuji karena dia yang pertama kali melaporkan
adanya temuan tersebut kepada Balai
Pelestarian Cagar Budaya dan pemerintah daerah untuk melakukan tindakan
secepatnya agar kawasan bersejarah tersebut tidak rusak.
Selain
itu, dukungan dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ((DPRD) Provinsi
Sumatera Barat Endarmy juga patut
diapresiasi dengan kesediaan memberikan bantuan bila rencana pembangunan museum
di lokasi ini terlaksana.
Semoga
niat Bupati Padang Pariaman beserta tokoh dan instansi terkait tersebut untuk
mengembangkan kawasan Korong Rumah Putiah, Nagari Kepala Hilalang, Kecamatan
2x11 Kayu Tanam, ini sebagai Objek Wisata Budaya bisa terealisir dalam waktu
dekat.
*) Kasi Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Padang Pariaman
[1] Darul Aswad dan Dodi Chandra,S.Hum, Laporan Tinggalan
Arkeologi di Nagari kepala Hilalang Kabupaten Padang Pariaman, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat
(2016),13-20.